LAPORAN PRAKTIKUM SISTEM
SARAF PUSAT SEBAGAI PENGENDALI GERAK REFLEKS
Dosen pengampu : hesti wahyuningsih s.pd
m.pd
DI SUSUN : DEWI NURUL ASIYAH
NPM : 1503001
SEKOLAH
TINGGI KEGURAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
TUNAS
PALAPA
LAMPUNG
TENGAH
2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
sehingga dapat memberikan kesehatan, kekuatan dan menyelesaikan pembuatan laporan ini dengan tepat waktu. Oleh karena itu pada kesempatan kami ingin menyampaikan
rasa terima kasih dalam penyelesaian laporan praktikum Sistem saraf pusat sebagai
pengendali gerak refleks.
Dalam penulisan
laporan ini. Saya perlu bantuan, dorongan,
dan senantiasa mendapat bimbingan serta doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu
saya dewi nurul asiyah prody biologi mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ibu hesti wahyuningsih s.pd. m.pd.
Dan saya menyadari masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan laporan ini baik dalam penyajian materi mauprarefelks penulisannya. Oleh sebab
itu saya butuh kritik dan saran yang sifatnya
membangun untuk perbaikan dan penyempurnaan laporan ini di masa yang akan datang.
Terbanggi besar,
08 mei 2017
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
1.
Alat
dan bahan
2.
Waktu
dan tempat
3.
Tanggal
dan mata kuliah
4.
Topik
praktikum
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
1.2. Tujuan Praktikum
1.3. Cara Kerja
1.4. Tinjauan pustaka
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Dasar
teori
2.2. Hasil
praktikum
2.3. Analisis
data
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1. Alat Dan Bahan
1) Baju Laboratorium, Masker, Sarung tangan
2) Papan kayu, chloroform, Bunsen, Kaki tiga dan Gegap
3) Kawat kasa, Korek api, Botol semprot, Aquarium, Thermometer
4) Gelas piala 600 cc, Alat penghitung,
Kapas, Air hangat
5) Katak 2
2. Waktu Dan Tempat
1)
Waktu 09 : 00 - 11 : 15
2)
Tempat
di Leb Laboratorium STKIP TUNAS PALAPA
3. Tanggal Dan
Mata kuliah
1)
Tanggal 29 april 2017
2)
Mata kuliah fisiologi hewan
4. Topik
Praktikum
1)
Sistem saraf pusat sebagai pengendali gerak refelks
2)
Sistem requlasi pada hewan quitiltenik (proses regulasi
suhu pada katak)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Katak sebagai hewan atau disebut dengan Amphibia
merupakan hewan yang hidup dengan bentuk kehidupan yang mula-mula di air tawar
kemudian dilanjutkan di darat. Fase kehidupan di dalam air berlangsung sebelum
alat reproduksi masak, keadaan ini merupakan fase larva yang disebut berudu.
Fase berudu ini menunjukkan sifat antara pisces dan reptilia. Sifat ini
menunjukkan bahwa Amphibia adalah kelompok chordata yang pertama kali hidup di
daratan. Beberapa pola menunjukkan pola baru yang disesuaikan dengan kehidupan
darat, misalnya: kaki, paru-paru, nares (hidung) yang mempunyai hubungan dengan
cavum oris dan alat penghidupan yang berfungsi dengan baik di dalam air maupun
di darat (Jasin, 1989).
Amphibia
merupakan Tetrapoda atau vertebrata darat yang paling rendah.
Menurut garis evolusinya, Amphibia diyakini
berasal dari nenek moyang yang sama dengan ikan. Amphibia misalnya Salamander
dapat mempertahankan insang selama hidupnya. (Kimball, 1988).
Katak
sawah (Fejervarya cancrivora) termasuk dalam ordo Anura dan memiliki ciri khas
diantaranya adalah tubuh berukuran besar dengan lipatan-lipatan kulit atau
bintil-bintil kulit yang memanjang dan pararel dengan sumbu tubuh. Katak sawah
bertubuh kecil sampai agak gempal, dengan kaki yang kuat dan paha yang berotot
besar (Duellman and Trueb, 1986).
Katak sawah (Fejervarya cancrivora)
digunakan sebagai preparat dalam praktikum kali ini untuk mewakili kelompok
Amphibia. Katak sawah dipilih karena kulitnya tidak beracun. Selain itu, hewan
ini memiliki struktur dan morfologinya mudah diamati.
1.2. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui:
1)
Macam-macam refleks yang dikendalikan
oleh otak.
2)
Macam-macam refleks yang dikendalikan
oleh medula spinalis.
1.3. Cara Kerja
Cara kerja saat melakukan praktikum pada Katak
normal yaitu :
1)
Letakkan katak dengan posisi normal pada
papan, amati posisi kepala, mata dan anggota geraknya. Sentuh kornea matanya dengan
kapas, apa yang terjadi?
2)
Hitung frekuensi pernapasan per menit
dengan cara menghitung gerakan kulit pada rahang (selama 10 menit).
3)
Amati keseimbangan dengan cara:
a). Letakkan katak dalam posisi terlentang pada papan.putarlah
papan secara horizontal, amati posisi dan gerakan kepala, mata, dan anggota geraknya.
b). Miringkan papan perlahan-lahan sehingga kepala katak sedikit terangkat. Apa yang terjadi?
4)
Masukkan katak ke dalam aquarium atau
baskom berisi air, amati cara berenangnya.
5) Keluarkan katak dari aquarium atau baskom, kemudian letakkan pada papan pada posisi normal.
6)
Cubit jari kaki dengan pinset, apa yang
terjadi?
7) Masukkan salah satu kaki ke dalam
gelas piala berisi air (suhu kamar) kemudian panaskan. Pada suhu berapa katak bereaksi?
8)
Masukkan jari kaki yang lain ke dalam air panas ± 800
C. Apa yang terjadi?
1.4. Tinjauan pustaka
Amphibia merupakan hewan yang hidup
dengan bentuk kehidupan yang mula-mula di air tawar kemudian dilanjutkan di
darat. Fase kehidupan di dalam air berlangsung sebelum alat reproduksi masak,
keadaan ini merupakan fase larva yang disebut berudu. Fase berudu ini
menunjukkan sifat antara pisces dan reptilia. Sifat ini menunjukkan bahwa
Amphibia adalah kelompok chordata yang pertama kali hidup di daratan. Beberapa
pola menunjukkan pola baru yang disesuaikan dengan kehidupan darat, misalnya:
kaki, paru-paru, nares (hidung) yang mempunyai hubungan dengan cavum oris dan
alat penghidupan yang berfungsi dengan baik di dalam air maupun di darat
(Jasin, 1989).
Katak adalah hewan Amphibia yang paling
dikenal orang di Indonesia. Katak memiliki kulit kasar berbintil-bintil sampai
berbingkul-bingkul. Beberapa jenis katak, pada sisi tubuhnya memiliki lipatan
kulit berkelenjar, mulai dari belakang mata hingga di atas pangkal paha yang
disebut lipatan dorsolateral. Katak mempunyai mata berukuran besar, dengan
pupil mata horisontal dan vertikal. Beberapa jenis katak memiliki pupil mata
berbentuk berlian atau segi empat yang khas bagi masing-masing kelompok. Tubuh
katak betina biasanya lebih besar daripada yang jantan. Ukuran katak dan kodok
di Indonesia bervariasi dari yang terkecil hanya 10 mm, dengan berat hanya satu
atau dua gram sampai jenis yang mencapai 280 mm dengan berat lebih dari 1500
gram (Iskandar, 1998).
Katak sawah dimasukkan ke dalam ordo
Anura. Nama anura mempunyai arti tidak memiliki ekor (anura : a tidak, ura
ekor). Ordo ini mempunyai ciri umum tidak mempunyai ekor, kepala bersatu dengan
badan, tidak mempunyai leher dan tungkai berkembang baik. Tungkai belakang
lebih besar daripada tungkai depan, hal ini mendukung pergerakannya yaitu
dengan melompat (Duellman and Trueb, 1986).
Cara hidup Katak sangat berbeda dengan
Ikan. Hewan ini tidak hidup di perairan yang dalam dan menggunakan sebagian
besar waktunya di darat. Katak juga memiliki bermacam-macam warna kulit dengan
pola yang berlainan. Warna-warna itu ditimbukan oleh pigmen-pigmen yang
terdapat di dalam sel-sel pigmen di dalam dermis. Sel pigmen ini biasa
dinamakan menurut jenis pigmen yang dikandung. Melanofora mengandung pigmen
coklat dan hitam dan lipofora mengandung pigmen merah, kuning dan orange.
Amphibi juga mempunyai pigmen yang disebut guanofora, mengandung kristal guanin
yang dapat memproduksi efek putih terang. Perubahan warna pada kulit Katak
dapat terjadi karena stimulus lingkungan, misalnya gelap, panas, dan dingin.
Perubahan itu diatur melalui neuro-endokrin. (Duellman and Trueb, 1986).
Tubuh amphibia khususnya katak, terdiri
dari kepala, badan, dan leher yang belum tampak jelas. Kulit katak terlepas
dari otot yang ada di dalamnya, sehingga bagian dalam tubuh katak berupa
rongga-rongga yang berisi cairan limfa subkutan. Kulit ini hampir selalu basah
karena adanya sekresi kelenjar-kelenjar mucus yang banyak terdapat didalamnya.
Selain itu, kulit katak juga banyak mengandung kapiler-kapiler darah dari
cabang-cabang vena kutanea magna dan arteri kutanea (Djuhanda, 1982). Amphibi
dewasa memiliki mulut lebar dan lidah yang lunak yang melekat pada bagian depan
rahang bawah (Djuhanda, 1982).
Katak mengalami metamorfosis sempurna.
Metamorfosis dari katak menyangkut tiga proses perubahan, dua diantaranya merupakan
perubahan yang drastis, yaitu berupa penciutan ekor dan terbentuknya organ yang
baru yang tidak tampak dari luar. Metamorfosis merupakan suatu masa kritis yang
di alami selama terjadinya perubahan dari hewan berhabitat akuatis menjadi
terestrial (Duellman, 1986).
Klasifikasi
Katak Sawah, adalah sebagai berikut :
1.
Kingdom : Animalia
2.
Phylum : Chordata
3.
Subphylum : Vertebrata
4.
Class : Amphibia
5.
Ordo : Anura
6.
Familia : Ranidae
7.
Genus : fejervarya
8.
Species : Fejervarya cancrivora
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Dasar teori
Gerak
refleks merupakan respon yang cepat dan tidak disadari terhadap perubahan
lingkungan internal maupun eksternal. Refleks dikendalikan oleh sistem saraf yaitu otak
(disebut refleks kranial) atau medula spinalis (disebut refleks spinal) lewat
saraf motorik kranial dan spinal. Saraf kranial dan saraf spinal dapat berupa
saraf somatik yang mengendalikan refleks otot kerangka atau saraf otonom yang
mengendalikan refleks otot polos,
jantung dan kelenjar. Meskipun refleks spinal dapat terjadi tanpa keterlibatan
otak, tetapi otak seringkali ikut memberikan pertimbangan dalam refleks spinal.
Refleks terjadi lewat suatu
lintasan tertentu, disebut lengkung refleks, dengan komponen: reseptor, neuron sensorik, neuron penghubung
(di dalam otak dan medula spinalis), neuron motorik dan efektor. Sebagian besar
refleks merupakan refleks yang rumit, melibatkan lebih dari satu neuron
penghubung.
Kegiatan ini berdasarkan pada beberapa prinsip :
1) Pada umumnya kerusakan pada sistem saraf pusat
menyebabkan kelumpuhan sementara semua
refleks yang dikendalikan oleh otak dan medula spinalis. Kondisi akibat
kerusakan otak disebut neural shock,
sedangkan kondisi kerusakan medula spinalis ini disebut spinal shock yang lamanya tergantung pada kerumitan sistem saraf
suatu organisme.
2)
Kerusakan
salah satu komponen lengkung refleks dapat menyebabkan hilangnya refleks
tertentu.
Single Pitching adalah suatu metoda
yang dilakukan dengan cara menusukkan jarum/alat penusuk kedalam otak.
Penusukan dilakukan pada bagian foramen occipitale (persambungan antara medulla
spinalis dengan medulla oblongata). Tujuannya sama seperti anastesi atau
pembiusan. Setelah hewan diperlakukan dengan cara Single Pitching (misalnya Rana
esculenta/Katak Hijau) maka tidak lama setelah itu hewan tersebut akan
tampak seperti terbius. Oiya, single pitching hanya dilakukan dengan satu kali
tusukan. Berbeda dengan double pitching yang dilakukan dengan dua kali tusukan.
Metoda Single
Pitcing dan Double Pitching ini bisa dilakukan disaat kita tidak mempunyai alat
bius seperti chloroform. Disaat yang mendesak dan dengan alat seadanya, metoda
ini sangat membantu, namun perlu diingat jangan sampai salah lokasi disaat
menusukkan jarum, karena jika salah dalam nenusuk, yang ada malah menganiaya
hewannya. Penusukan yang benar adalah dengan menandai daerah yang akan ditusuk,
dan tidak adanya darah yang keluar dari daerah yang kita tusuk, namun jika pada
saat penusukan keluar darah bearti kita telah salah dalam memilih lokasi. Hewan
yang bisa dilakukan piching hanyalah hewan-hewan kecil seperti katak yang bisa
di single piching double piching.
2.2. Hasil praktikum
1.
Pada
kondisi badan sebelum di teliti
1)
Badan
dan angota tubuhnya normal dari ujung kepala sampai ujung kaki.
2)
Pernafasannya
normal dan santai.
3)
badan
tidak ada yang mengalami luka ataupun rusak.
2. Meriksa Denyut pernafasan dengan stopwatch
1)
Saat
di baringkan katak berusaha bergerak.
2)
Pernafasan
mulai lambat saat waktu 05.21 menit.
3)
407/10
menit pernafasan dan badan katak masih normal.
4)
Saat
di putar papannya bola mata katak tidak mengikuti putaran pada papan tersebut.
5)
Dan
bola mata serta gerakan badannya tidak mengalami reaksi apapun saat di putarkan
diatas papan.
3. Memasukan katak ke gelas piala dengan waktu
10 menit
1)
Katak
tenang dan menyesuaikan diri untuk mencari nafas di dalam gelas piala yang
berisi air tersebut.
2)
Gerakan
katak selalu aktif dan cara berenang nya.
3)
Kemudian
saat di keluarkan dari gelas piala, katak di letakan di papan dengan posisi
normal saat itu katak pasif.
4)
Dan
saat di cubit katak bergerak berusaha melompat karena menanggapi rangsangnya.
4. Masukan katak ke air dingin dengan hitungan
waktu 10 menit
1)
Saat katak dimasukan ke air dingin katak
pasif.
2)
Dan kemudian mengamati kodok ke 2 dengan
dimasukan ke air dingin yang berisikan es batu dalam waktu 10 menit.
a)
Kodok
pertama kali saat dimasukan hanya pasif.
b)
Pada
hitungan waktu 02.31 menit, kodok bereaksi bergerak kesana-kesini.
c)
Pada
waktu 04.30 menit, kodok berusaha keluar dari gelas yang berisikan air es.
d)
05.22
menit, posisi kodok kepala kebawah badan melembung.
e)
06.33
menit, mata kodok mulai sayup dan badan hanya pasif.
f)
Kata
tidak mengeluarkan gelembung udara pada air es tersebut.
g)
08.55
menit, dan sampai menit ini katak hanya terdiam saja.
h)
Pas
10.00 menit, kodok kaku dan hanya terlentang kepala kebawah kaki diatas.
Kemudian saat mau di keluarkan kodok berdiri keatas dan kemudian badan turun
dan pasif lagi.
5. Pergantian air dengan suhu kamar
1)
Saat
di maksukan Katak hanya terdiam sejenak.
2)
05.00
menit, kaki belakang bergerak.
3)
08.21
menit, katak bergerak dan mulai menyesuaikan diri.
4)
08.45
menit, katak mulai berinteraksi dan pernafasan nya mulai di sesuaikan saat di
dalam air.
5)
Tepat
10.00 menit, katak di keluarkan di dalam air bersuhu kamar , masih hidup tetapi
hanya terdiam saja .
2.3. Analisis data
Pada
percobaan saat melakukan praktikum pada penelitian katak (amfibi) kita menjadi
tahu bahwa katak itu berbeda-beda saat di teliti dengan berbagai macam
percobaan. Ada yang pernafasan nya normal saat di lakukan penelitian dan
berinteraksi diri saat di masukan kedalam gelas berisikan air es dan air
bersuhu kamar. Dan ada juga yang menyesuaikan pernafasan nya saat dimasukan ke
air es .mungkin bagi katak hal yang belum pernah dilakukan dengannya karena itu
katak peka terhadap rangsang yang di rasakan.
TOPIK KE DUA :
SISTEM REQULASI PADA HEWAN
QUITILTENIK (PROSES REQRUASI SUHU PADA KATAK)
1. Alat Dan Bahan
1)
Gelas
piala kecil
2)
Gelas
piala besar
3)
Papan
kayu/gegap
4)
Es
batu
5)
Thermometer
6)
Air
hangat
7)
Katak
hidup
2. Tujuan Praktikum
Mempelajari produksi panas oleh hewan poikilotermik
3. Cara Kerja
1)
Ikatlah
katak hidup pada sebuah papan kayu, kemudian masukkan thermometer ke dalam
mulutnya katak tersebut, lihat berapa suhunya, kemudian catat.
2)
Masukkan
katak tersebut pada baskom yang berisi air es selama 10 menit, setelah itu
angkat katak dan letakkan pada sebuah papan kayu, selanjutnya masukkan
thermometer ke dalam mulut katak tersebut, perhatikan perubahan suhunya dan
catat.
3)
Masukkan
air hangat kedalam baskom dan ukur berapa suhu air tersebut dan catat, kemudian
masukkan katak pada baskom yang berisi air hangat tersebut selama 10 menit,
selanjutnya angkat katak tersebut, dan letakkan pada sebuah papan kayu.
4)
Masukkan
thermometer ke dalam mulut katak dan lihat perubahan suhunya kemudian di catat.
1. Teori
Termoregulasi
adalah suatu mekanisme makhluk hidup untuk mempertahankan suhu internal agar
berada di dalam kisaran yang dapat ditolelir. Proses yang terjadi pada hewan
untuk mengatur suhu tubuhnya agar tetap konstan dinamis. Mekanisme
Termoregulasi terjadi dengan mengatur keseimbangan antara perolehan panas
dengan pelepasan panas. Termoregulasi manusia berpusat pada hypothalamus
anterior terdapat tiga komponen pengatur atau penyusun sistem pengaturan panas,
yaitu termoreseptor, hypothalamus, dan saraf eferen serta termoregulasi dapat
menjaga suhu tubuhnya, pada suhu-suhu tertentu yang konstan biasanya lebih
tinggi dibandingkan lingkungan sekitarnya.
Suhu tubuh hewan dipengaruhi
oleh suhu lingkungan luar. Pada suhu -2oC s.d suhu 500C hewan dapat
bertahan hidup atau pada suhu yang lebih ekstrem namununtuk hidup secara normal
hewan memilih kisaran suhu yang lebih sempit dari kisaran suhu tersebut yang
ideal dan disukai agar proses fisiologis optimal.
2. Pengaruh Suhu Pada Lingkungan Hewan Dibagi
Menjadi Tiga Poikiloterm.
1) Poikiloterm, suhu tubuhnya dipengaruhi oleh
lingkungan. Suhu tubuh bagian dalam lebih tinggi dibandingkan dengan suhu tubuh
luar. Hewan yang tidak mampu mempertahankan suhu tubuhnya. Suhu tubuh hewan
berfluktuasi sesuai dengan suhu lingkungannya. Sebetulnya suhu tubuh tidak
betul-betul sama dengan suhu lingkungan,
sebab kalau diukur teliti, suhu selnya sedikit diatas suhu lingkungannya.
Menghadapi fluktuasi suhu lingkungan, hewan poikilotermik melakukan konformitas
suhu. Laju kehilangan panas pada hewan poikilotermik lebih tinggi dari pada
laju produksi panas, sehingga suhu tubuhnya lebih ditentukan oleh suhu
lingkungan eksternalnya dari pada suhu metabolisme internalnya.
2)
Homoiterm
sering disebut hewan berdarah panas karena mampu menjaga panas suhu tubuhnya.
Pada hewan homoiterm suhunya lebih stabil, hal ini dikarenakan adanya reseptor
dalam otaknya sehingga dapat mengatur suhu tubuh. Hewan homoiterm dapat
melakukan aktifitas pada suhu lingkungan yang berbeda akibat dari kemampuan
mengatur suhu tubuh. Hewan homoiterm mempunyai variasi temperatur normal yang
dipengaruhi oleh faktor umur, faktor kelamin, faktor lingkungan, faktor panjang
waktu siang dan malam, faktor makanan yang dikonsumsi dan faktor jenuh
pencernaan air.
Hewan berdarah panas adalah hewan yang dapat menjaga
suhu
tubuhnya, pada suhu-suhu tertentu yang konstan
biasanya lebih tinggi
dibandingkan lingkungan sekitarnya. Sebagian panas
hilang melalui
proses radiasi, berkeringat yang menyejukkan badan.
Melalui
evaporasi berfungsi menjaga suhu tubuh agar tetap
konstan. Contoh
hewan berdarah panas adalah bangsa burung dan
mamalia. Hewan
yang berdarah dingin adalah hewan yang suhu tubuhnya
kira-kira
sama dengan suhu lingkungan sekitarnya. Suhu tubuh
tergantung
pada neraca keseimbangan antara panas yang diproduksi
atau
diabsorbsi dengan panas yang hilang.
3).
Hoterotermik
Yaitu kelompok hewan yang pada saat tertentu memiliki
sifat
poikilotermik dan pada saat lain bersifat homeotermik,
dan kelompok
hewan yang mengatur suhu tubuh secara parsial, yaitu
regulasinya
terbatas pada bagian tubuh tertentu. Disebut juga endotermik
fakultatif
, mampu melakukan regulasi
fisiologik tetapi tidak mengatur
.secara tepat sepanjang waktu. Heterotermik dapat di
buktikan pada
insekta tertentu, yang ektotermik pada saat istirahat
dan tetapi b
bersifat endotermik pada saat aktif.
3. Panas Yang Hilang Dapat Berlangsung Secara
Radiasi, Konveksi, Konduksi Dan Evaporasi.
Interaksi panas hewan dengan lingkungan menguntungkan untuk mengatur suhu
tubuh meningkatkan/menurunkan pelepasan panas dari tubuh dan memperoleh panas
melaui :
A.
Konduksi, Konduksi
adalah perubahan panas tubuh hewan karena kontak dengan suatu benda. Atau perpindahan
langsung gerakan termal antara molekul-molekul permukaan tubuh, seperti ketika
hewan duduk dalam kolam air dingin atau di atas batu yang panas. Panas akan
selalu dihantarkan benda bersuhu lebih tinggi ke benda bersuhu lebih rendah
yang dipengaruhi oleh:
1. Luas permukaan benda yang saling bersentuhan
2. Perbedaan suhu awal antara kedua benda tersebut
Konduktivitas panas (tingkat kemudahan untuk mengalirkan panas yang dimiliki
suatu benda) dari kedua benda
3. Konduktivitasnya rendah
4. Penahan panas yang baik ialah rambut dan bulu
5.
Hanya akan
melepaskan sejumlah kecil panas dari tubuhnya ke benda lain yang bersentuhan
dengannya
B. Konveksi
Perpindahan panas antara dua benda yang terjadi
melalui zat alir
(fluida) yang bergerak. Atau konveksi adalah transfer
panas akibat
adanya gerakan udara atau cairan melalui permukaan
tubuh, seperti
ketika tiupan angin turut menghilangkan panas dari
permukaan tubuh
hewan yang berkulit kering. Konveksi juga memberi
kontribusi dalam
kenyamanan dan kesejukan yang diberikan oleh kipas
angin kepada
manusia selama hari-hari panas, tetapi sebagian besar
dari pengaruh
ini disebabkan oleh pendinginan melalui evaporasi.
Sebaliknya, faktor
wind-chill
(tiupan angin) memperburuk kekejaman
suhu musim dingin
yang sangat dingin. Proses Konveksi antara lain :
1. Berlangsung sampai suhu tubuh kembali ke suhu normal
2. Perpindahan panas bisa dipercepat, apabila kecepatan
aliran fluida di sekeliling tubuh ditingkatkan
3.
Terjadi dari
lingkungan ke tubuh hewan, misalnya pada saat udara panas bertiup di dekat
hewan, lama-kelamaan tubuh hewan akan menjadi lebih panas juga
C. Radiasi
Radiasi adalah emisi dari energi electromagnet yang
dihasilkan oleh
semua benda nol, termasuk tubuh hewan dan matahari.
Radiasi dapat
memindahkan panas di antara benda-benda yang tidak
melakukan
kontak langsung, seperti ketika hewan menyerap panas
radiasi dari
matahri.Sebagai contoh, radiasi sinar matahari.
Frekuensi dan Intensitas Radiasi:
1. Tergantung pada suhu benda yang mengeluarkan radiasi.
Semakin tinggi suhu benda yang mengeluarkan radiasi, semakin tinggi pula
intensitas radiasinya.
2. tubuh hewan (kulit, rambut, dan bulu) menyerap panas
radiasi dengan baik.
3.
berjemur
pada hewan (khususnya poikiloterm) untuk menaikkan atau memperoleh panas tubuh
D. Evaporasi
Proses perubahan benda dari fase
cair ke fase gas. misalnya pada mekanisme ekskresi kelenjar keringat.atau
Evaporasi proses kehilangan panas dari permukaan cairan yang ditranformasikan
dalam bentuk gas. Evaporasi air dari permukaan cairan yang kehilangan beberapa
molekulnya yang berubah menjadi gas. Evaporasi air dari seekor hewan memberi
efek pendinginan yang signifikan pada permukaan hewan itu. Evaporasi
antara lain :
1. Cara penting untuk melepaskan panas tubuh.
2. Hewan yang tidak memiliki kelenjar keringat, jika
tubuhnya panas, penguapan melalui saluran pernafasan dengan cara terengah-engah
(pada anjing diikuti dengan menjulurkan lidahnya).
3. Jika suhu tubuh meningkat, keringat akan membasahi
kulit, selanjutnya keringat akan menyerap kelebihan panas dari tubuh dan
mengubahnya menjadi uap, setelah keringat mengering, suhu tubuh pun turun.
4. Suhu tubuh hewan, endoterm dan ektoterrn tergantung
pada jumlah panas (kalori) per unit masa jaringan. Jaringan terdiri terutama
atas air, sehingga kapasitas panas jaringan antara 0o – 40o
C kira-kira 1,0 kalori per o C per
gram. Berarti makin luas hewan
makin besar panas tubuh menentukan suhu hewan. Kecepatan perubahan panas tubuh
tergantung pada :
1. Kecepatan produksi panas melalui aktivitas metabolic
2. Kecepatan penambahan panas
3. Kecepatan kehilangan panas kelingkungan
Jadi panas tubuh dan selanjutnya suhu tubuh seekor hewan dapat diregulasi
dengan mengubah kecepatan produksi panas
dan perpindahan panas (transfer panas).
Produksi Panas
Pada hewan ada mekanisme yang mempengaruhi kecepatan
panas tubuh guna menstabilkan suhu tubuhnya (termoregulasi), diantaranya:
1. Mekanisme tingkah laku
2. Mekanisme otonomik, seperti mempercepat metabolisme simpanan energi.
3. Mekanisme adaptif atau aklimatisasi, yang lebih lamban dibandingkan
mekanisme
yang lain. Yaitu memproduksi penambahan panas pada metabloisme basal.
Kecepatan transfer panas ke dalam atau keluar tubuh dipengaruhi oleh tiga
faktor:
1. Luas permukaan. Luas permukaan per
gram berbanding terbalik dengan peningkatan massa tubuh. Ini berarti bahwa
hewan kecil memiliki suatu aliran panas lebih tinggi per unit berat tubuh.
2. Perbedaan suhu. Makin dekat seekor hewan menjaga suhu tubuhnya ke suhu
lingkungan makin sedikit panas akan mengalir ke dalam atau keluar tubuhnya.
3. Konduktansi panas spesifik permukaan tubuh hewan. Permukaan jaringan
poikiloterm memiliki konduktansi panas yang tinggi, sehingga hewan ini memiliki
suhu tubuh mendekati suhu lingkungan (kecuali apabilal hewan berjemur di panas
matahari).
Hewan homeoterm memiliki bulu, rambut atau lapisan
lemak untuk mengurangi konduktansi permukaan tubuhnya. Insulasi seperti ini
menimbulkan perbedaan suhu antara pusat tubuh dengan lingkungan hewan yang
berjarak beberapa milimeter atayu sentimeter, sehingga perbedaan temperatur
kurang besar, jadi kecepatan aliran panas dikurangi. Sifat yang penting dari
rambut dan bulu adalah menyerap dan menahan panas, sehingga memiliki
konduktivitas panas yang rendah, jadi tidak merambatkan panas.
Termoregulasi
Pada Hewan Poikiloterm.
Suhu tubuh hewan poikilotermik ditentukan oleh keseimbangannya dengan
kondisi suhu lingkungannya, dan berubah seperti berubah-ubahnya suhu
lingkungan. Pada hewan poikiloterm air, misalnya kerang, udang, dan ikan, suhu
tubuhnya sangat ditentukan oleh keseimbangan konduktif dan konvektif dengan air
mediumnya, dan suhu tubuhnya mirip suhu air. Hewan memproduksi panas internal
secara metabolik, dan ini mungkin meningkatkan suhu tubuh di atas suhu air.
Namun air menyerap panas begitu efektif dan hewan poikilotermik tidak memiliki
insulasi sehingga perbedaan suhu hewan dengan air sangat kecil.
Pada hewan poikilotermik darat, misalnya katak, keong
dan serangga, suhu tubuhnya dapat lebih mendekati suhu udara lingkungan. Input
radiasi panas dari matahari atau sumber lain mungkin meningkatkan suhu tubuh di
atas suhu lingkungan, dan penguapan air melalui kulit dan organ-organ
respiratori menekan suhu tubuh beberapa derajat di bawah suhu lingkungan. Hewan
darat dapat memelihara keseimbangann tubuh dengan mengurangi penguapan dan
kehilangan panas lewat konduksi dan memaksimalkan penambahan panas melalui
radiasi dan panas metabolik. Sianar matahari digunakan oleh serangga dan reptil
sebagai sumber eksternal tubuhnya. Untuk meningkatkan jumlah panas yang dapat
diserap, hewan tergantung pada warna tubuh dan orientasinya relatif terhadap
matahari. Banyak hewan yang dapat merubah warna kulitnya melalui penyebaran dan
kontraksi sel-sel pigmen hitam paada kulitnya. Karena hampir separuh energi
matahari berada dalam cahaya tampak, kulit berwarana gelap akan menyerap energi
panas matahri daripada berwarna cerah.
Termoregulasi
Pada Hewan Homeoterm.
Hewan homeoterm mempunyai suhu tubuh yang konstan pada
berbagai suhu lingkungan yang berubah-ubah. Kebanyakan burung dan mamalia dan
lingkungannya yang normal akan mempertahankan suhu tubuhnya di atas duhu
lingkungannya. Suhu bagian dalam mamalia umunya berkisar antara 37-40o C,
sedangkan golongan burung mempunyai suhu tubuh sedikit lebih tinggi yaitu
41-42,5o C. Kondisi homeotermik menyangkut keseimbangan yang serasi antar dua
faktor, yaitu produksi panas, kehilangan panas.
Laju produksi panas dan kehilangan panas pada hewan
sangat bervariasi, tergantung pada kondisi lingkungannya (panas, dingin),
aktivitasnya (diam, aktif). Untuk memelihara keseimbanagn suhu tersebut, hewan
homeoterm melakukan regulasi kimiawi dan regulasi fisik. Regulasi kimiawi
menyangkut produksi panas metabolik, sedangkan regulasi fisik menyangkut kegiatan
fisik untuk memodifikasi kehilangan panas.
Respon Terhadap Dingin dan Panas.
Jika hewan homeoterm dihadapkan pada suhu lingkungan
yang ekstrem, maka tingkat aktivitas termiregulatori untuk memelihara
kekonstanan suhu tubuhnya meningkat sesuai dengan perubahan suhu lingkungan.
Hewan endoterm dapat meregulasi suhu tubuhnya dengan mengatur kecepatan
kehilangan panas melalui pengaturan hantaran permukaan tubuh. Penyesuaian ini
termasuk respon-respon seperti respon vasomotor, perubahan pose tubuh, regulasi
pilomotor, dan kefektivan insulasi bulu dan rambut. Dalam rentangan suhu ini
bulu dan rambut ditegakkan oleh otot pilomotor dalam kulit untuk menyediakan
lapisan udara tenang yang tebal, dan pada ujung atas rentangan suhu ini bulu
dan rambut ditempelkan ke kulit.
Bila suhu lingkungan diturunkan, hewan endoterm akan
merespon dengan berbagai reflek yang cenderung mengkonservasi panas. Pembuluh
darah di kulit akan menyempit, rambut dan bulu dapat berdiri, dan hewan akan
mempersempit permukaan tubuhnya yang bersinggungan dengan udara. Misalnya
menekuk tubuhnya dan menyembunyikan anggota tubuh. Pada suhu yang moderat
kecepatan basal produksi panas seimbang dengan kehilangan suhu ke lingkungan.
Rentangan suhu moderat ini disebut zona suhu netral. Di bawah suhu netral
hewan, endoterm meningkatkan produksi panas di atas tingkat basal agar
mengimbangi kehilangan panas (termogenesis). Produksi panas akan meningkat
secara linier dengan penurunan suhu sampai di bawah suhu kritis bawah. Antara
zona suhu netral dengan suhu kritis bawah ini disbut dengan zona regulasi
metabolik.
Bila suhu lingkungan berada dibawah suhu kritis bawah,
mekanisme regulasi akan gagal, tubuh mendingin, kecepatan metabolik turun.
Dalam keadaan ini hewan berada dala zona hipotermia. Dimana produksi panas
metabolik tidak dapat mengimbangi turunnnya suhulingkungan. Bila suhu
lingkungan naik lebih tinggi dari suhu netral, maka hewan akan melakukan
aktivitas yang cenderung melepaskan (membuang) panas, misalnya masuk ke dalam
air dan sebagainya. Peningkatan suhu hanya dapat ditoleransi oleh hewan
homeoterm sampai suhu kritis atas. Antasa zona suhu netral dengan suhu kritis
atas disebut zpna termoregulasi fisik. Di atas zona ini pelepasan panas oleh
hewan tidak dapat mengimbangi naiknya suhu lingkunan sehingga suhu tubug akan
ikut naik.
Termoregulasi Pada Hewan
Heterotermik
Heterotermik adalah hewan yang mampu memproduksi panas
endotermik dalam berbagai tingkat, tetapi umumnya tidak meregulasi suhu
tubuhnya dalam rentangan pendek. Heterotermik mungkin dapat dibedakan menjadi
dua kelompok: heterotermik temporal dan heterotermik regional. Heterotermik
temporal merupakan suatu kategori yang luas, dimana suhu tubuh hewan dapat
berbeda setiap saat, misalnya terdapat pada serangga terbang, phyton dan beberapa
ikan, yang dapat meningkatkan suhu tubuh di atas suhu lingkungan dengan sifat
panas yang dibangkitkan sebagai suatu hasil yang melibatkan aktivitas otot.
Sedangkan heterotermik regional sebenarnya adalah poikilotermik seperti
teleostei besar yang dapat mncapai suhu tubuh dalam (suhu jaringan dalam) cukup
tinggi melalui aktivitas otot, sementara jaringan periferal dan ekstremitas
mendekati suhu lingkungannya. Contoh pada ikan hiu, tuna dan pada serangga
terbang.
Adaptasi Pada Termoregulasi hewan
Hewan mempunyai kemampuan adaptasi terhadap perubahan
suhu lingkungan. Sebagai contoh, pada suhu dingin, mamalia dan burung akan
meningkatkan laju metabolisme dengan perubahan hormon-hormon yang terlibat di
dalamnya, sehingga meningkatkan produksi panas. Pada ektoterm (misal pada lebah
madu), adaptasi terhadap suhu dingin dengan cara berkelompok dalam sarangnya.
Hasil metabolisme lebah secara kelompok mampu menghasilkan panas di dalam
sarangnya.
Beberapa adaptasi hewan untuk mengurangi kehilangan
panas, misalnya adanya bulu dan rambut pada burung dan mamalia, otot, dan
modifikasi sistim sirkulasi di bagian kulit. Kontriksi pembuluh darah di bagian
kulit dan countercurrent heat exchange adalah salah satu cara untuk mengurangi
kehilangan panas tubuh. Perilaku adalah hal yang penting dalam hubungannya
dengan termoregulasi. Migrasi, relokasi, dan sembunyi ditemukan pada beberapa
hewan untuk menurunkan atau menaikkan suhu tubuh. Gajah di daerah tropis untuk
menurunkan suhu tubuh dengan cara mandi atau mengipaskan daun telinga ke tubuh.
Manusia menggunakan pakaian adalah salah satu perilaku unik dalam
termoregulasi.
Jenis-Jenis
Dan Macam-Macam Adaptasi pada termoregulasi berbagai hewan:
1. AdaptasiMorfologi
Adaptasi morfologi adalah penyesuaian pada organ tubuh
yang disesuaikan dengan kebutuhan organisme hidup. Misalnya seperti gigi singa,
harimau, citah, macan, dan sebagainya yang runcing dan tajam untuk makan
daging. Sedangkan pada gigi sapi, kambing, kerbau, biri-biri, domba dan lain
sebagainya tidak runcing dan tajam karena giginya lebih banyak dipakai untuk
memotong rumput atau daun dan mengunyah makanan.
2. Adaptasi Fisiologi
Adaptasi fisiologi adalah penyesuaian yang dipengaruhi
oleh lingkungan sekitar yang menyebabkan adanya penyesuaian pada alat-alat tubuh
untuk mempertahankan hidup dengan baik. Contoh adapatasi fisiologis adalah
seperti pada binatang / hewan onta yang punya kantung air di punuknya untuk
menyimpan air agar tahan tidak minum di padang pasir dalam jangka waktu yang
lama serta pada anjing laut yang memiliki lapisan lemak yang tebal untuk
bertahan di daerah dingin.
3. Adaptasi Tingkah Laku
Adaptasi tingkah laku adalah penyesuaian mahkluk hidup
pada tingkah laku / perilaku terhadap lingkungannya seperti pada binatang
bunglon yang dapat berubah warna kulit sesuai dengan warna yang ada di
lingkungan sekitarnya dengan tujuan untuk menyembunyikan diri
Usaha hewan untuk mempertahankan suhu tubuhnya agar
tetap konstan dan tidak terjadi perbedaan drastis dengan suhu lingkungannya
disebut thermoregulasi. Di dalam tubuh hewan yang hidup selalu terjadi proses
metabolisme. Dengan demikian selalu dihasilkan panas,karena tidak semua energi
yang terbentuk dari metabolisme dimanfaatkan. Panas yang terbentuk dibawa oleh
darah ke seluruh tubuh sehingga tubuh menjadi panas dan disebut sebagai suhu
tubuh normal.
Setiap
organisme hidup memerlukan energi untuk melakukan metabolisme serta untuk
kegiatan hidup lain. energi yang dipergunakan untuk melakukan metabolisme
merupakan energi mekanik yang berasal dari bentuk-bentuk energi lain. Dari
bahan yang diambil, energi kimia yang terkandung di dalamnya diubah melalui
beberapa tahapan sehingga terbentuk energi mekanik. Dalam rangkaian perubahan
bentuk energi tersebut terjadi pelepasan energi dalam bentuk panas sehingga
organisme menghasilkan panas yang disebarkan ke lingkungannya dengan cara
konveksi, konduksi, atau radiasi. Pada umumnya suhu tubuh hewan poikilotermik
lebih rendah dari pada suhu lingkungannya, sehingga di udara ia kehilangan
panas karena kehilangan melalui penguapan yang biasanya melebihi produksi
panasnya.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang kami lakukan dapat
diambil kesimpulan bahwa morfologi katak ( Rana cancarovora ) dan kodok ( Bufo
sp) berbeda, sedangkan pada anatominya sama.
Perbedaan
morfologi antara katak ( Rana cancarivora) dan kodok ( Bufo sp ) yaitu katak
bertubuh langsing sedangkan kodok bertubuh gemuk. Kulit katak halus dan
berlendir sedangkan kodok Kulitnya kasar dan kering. Katak dapat melompat lebih
jauh atau lebih tinggi daripada kodok karena kaki belakangnya lebih panjang
daripada kodok. Tempat tinggalnya basah karena tubuh katak harus selalu basah
sedangkan kodok tidak dapat melompat jauh atau lebih tinggi dari katak karena
kaki belakangnya lebih pendek daripada katak.Tempat tinggalnya lebih kering
daripada tempat tinggal katak.
Pada
kodok (Bufo sp) struktur kulitnya kasar, kering, memiliki jembatan orbital,
memiliki tonjolan, kakinya pendek, tidak memiliki selaput mata.
Pada
katak ( Rana cancrivora ) memiliki kulit yang lembab, permukaan kulitnya halus,
tidak memiliki tonjolan, tidak memiliki jembatan orbital, memiliki selaput
mata, memiliki membran timpani, dan kakinya panjang.
Sedangkan
pada anatominya sama yaitu mempunyai : kerongkongan (esofagus), paru-paru
(pulmo), hati (hepar), jantung (cor), empedu, rektum, lambung (gaster), saluran
urogenitalia, usus halus (intestinum tenue), usus besar (intestinum carsum),
ginjal (ren).
3.2. Saran
1.
Untuk laboratorium, Sebaiknya di laboratorium, alat-alat dan bahannya
harus lengkap agar praktikum berjalan dengan lancar. Selain itu, kebersihan
laboratorium harus dijaga.
2.
Untuk asisten, Sebaiknya asisten mendampingi kelompoknya dan praktikan
yang kurang memahami percobaan yang dipraktikumkan dan saya sarankan kepada
kakak asisten agar jangan lagi ada yang terlambat.
3.
Untuk praktikum, Pada praktikum ini, diperlukan ketelitian mata dalam
melihat hasil pengamatan dan kelincahan kita dalam mengoperasikan alat, selain
itu perlu adanya perhatian dalam masalah kebersihan laboratorium maupun sarana
dan prasarananya, serta saya sarankan kepada teman-teman mahasiswa agar dapat
mempelajari lebih dalam mengenai anatomi dan morfologi pada katak dan kodok. Sebaiknya
untuk praktikum pengenalan hewan vertebrata berdasarkan karakter morfologi dan
anatmi, praktikan diharapkan membawa alat tulis yang lengkap agar memperlancar
praktikum serta tidak saling meminjam satu sama lain dan waktu untuk menggambar
ditambahkan.
4. lampiran
DAFTAR PUSTAKA
Djuhanda,
T. 1974. Analisa Struktur Vertebrata . Armico, Bandung.
Djuhanda,
T. 1982. Anatomi dari empat Hewan Vertebrata . Armico, Bandung.
Duellman,
W.E. and L.Trueb. 1986. Biology of Amphibians. McGraw – Hill Book Company, New
York.
Iskandar,
D.T. 1998. Amphibi Jawa dan Bali, Seri Panduan Lapangan . Puslitbang
Biologi-LIPI.
Jasin,
M. 1989. Sistematika Hewan (Vertebrata dan Invertebrata) . Sinar Wijaya,
Surabaya.
Jasin.
Maskoen. 1992. Zoologi Vertebrata untuk Perguruan Tinggi. Sinar Wijaya,
Surabaya.
Kimball,
J. W. 1988. Biologi. Erlangga, Jakarta.
Kimball,
J.W. 1991. Biologi . Erlangga, Jakarta.
Radiopoertro.
1996. Zoologi. Erlangga, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar