Jumat, 05 Mei 2017

laporan praktikum katak



LAPORAN PRAKTIKUM SISTEM SARAF PUSAT SEBAGAI PENGENDALI GERAK REFLEKS
Dosen pengampu : hesti wahyuningsih s.pd m.pd








DI SUSUN : DEWI NURUL ASIYAH
NPM : 1503001


SEKOLAH TINGGI KEGURAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
TUNAS PALAPA
LAMPUNG TENGAH
2017



KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat memberikan kesehatan, kekuatan dan menyelesaikan pembuatan laporan ini dengan tepat waktu. Oleh karena itu pada kesempatan kami ingin menyampaikan rasa terima kasih dalam penyelesaian laporan praktikum Sistem saraf pusat sebagai pengendali gerak refleks.
Dalam penulisan laporan ini. Saya perlu bantuan, dorongan, dan senantiasa mendapat bimbingan serta doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu saya dewi nurul asiyah prody biologi mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ibu hesti wahyuningsih s.pd. m.pd.
Dan saya menyadari masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan laporan ini baik dalam penyajian materi mauprarefelks penulisannya. Oleh sebab itu saya butuh kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk perbaikan dan penyempurnaan laporan ini di masa yang akan datang.





Terbanggi besar, 08 mei 2017






DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
1.      Alat dan bahan
2.      Waktu dan tempat
3.      Tanggal dan mata kuliah
4.      Topik praktikum

   BAB I PENDAHULUAN
       1.1.  Latar Belakang
       1.2.  Tujuan Praktikum
       1.3.  Cara Kerja
       1.4.  Tinjauan pustaka

  BAB II PEMBAHASAN
 2.1.  Dasar teori
 2.2.  Hasil praktikum
 2.3.  Analisis data

  BAB III PENUTUP
      3.1.  Kesimpulan
      3.2.  Saran

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN






1.  Alat Dan Bahan
1)      Baju Laboratorium, Masker, Sarung tangan
2)      Papan kayu, chloroform, Bunsen, Kaki tiga dan Gegap
3)      Kawat kasa, Korek api, Botol semprot, Aquarium, Thermometer
4)      Gelas piala 600 cc, Alat penghitung, Kapas, Air hangat
5)      Katak 2

2.  Waktu Dan Tempat
1)       Waktu 09 : 00 -  11 : 15
2)      Tempat di Leb Laboratorium STKIP TUNAS PALAPA

3.   Tanggal Dan Mata kuliah
1)      Tanggal 29 april 2017
2)      Mata kuliah fisiologi hewan

4.   Topik Praktikum
1)      Sistem saraf pusat sebagai pengendali gerak refelks
2)      Sistem requlasi pada hewan quitiltenik (proses regulasi suhu pada katak)






BAB I
PENDAHULUAN



1.1.  Latar Belakang
     Katak sebagai hewan atau disebut dengan Amphibia merupakan hewan yang hidup dengan bentuk kehidupan yang mula-mula di air tawar kemudian dilanjutkan di darat. Fase kehidupan di dalam air berlangsung sebelum alat reproduksi masak, keadaan ini merupakan fase larva yang disebut berudu. Fase berudu ini menunjukkan sifat antara pisces dan reptilia. Sifat ini menunjukkan bahwa Amphibia adalah kelompok chordata yang pertama kali hidup di daratan. Beberapa pola menunjukkan pola baru yang disesuaikan dengan kehidupan darat, misalnya: kaki, paru-paru, nares (hidung) yang mempunyai hubungan dengan cavum oris dan alat penghidupan yang berfungsi dengan baik di dalam air maupun di darat (Jasin, 1989).
Amphibia merupakan Tetrapoda atau vertebrata darat yang paling rendah.

      Menurut garis evolusinya, Amphibia diyakini berasal dari nenek moyang yang sama dengan ikan. Amphibia misalnya Salamander dapat mempertahankan insang selama hidupnya. (Kimball, 1988).
Katak sawah (Fejervarya cancrivora) termasuk dalam ordo Anura dan memiliki ciri khas diantaranya adalah tubuh berukuran besar dengan lipatan-lipatan kulit atau bintil-bintil kulit yang memanjang dan pararel dengan sumbu tubuh. Katak sawah bertubuh kecil sampai agak gempal, dengan kaki yang kuat dan paha yang berotot besar (Duellman and Trueb, 1986).

      Katak sawah (Fejervarya cancrivora) digunakan sebagai preparat dalam praktikum kali ini untuk mewakili kelompok Amphibia. Katak sawah dipilih karena kulitnya tidak beracun. Selain itu, hewan ini memiliki struktur dan morfologinya mudah diamati.





1.2.  Tujuan Praktikum
     Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui:

1)      Macam-macam refleks yang dikendalikan oleh otak.
2)      Macam-macam refleks yang dikendalikan oleh medula spinalis.


1.3.  Cara Kerja
      Cara kerja saat melakukan praktikum pada Katak normal yaitu :

1)      Letakkan katak dengan posisi normal pada papan, amati posisi kepala, mata dan anggota geraknya. Sentuh kornea matanya dengan kapas, apa yang terjadi?
2)      Hitung frekuensi pernapasan per menit dengan cara menghitung gerakan kulit pada rahang (selama 10 menit).
3)      Amati keseimbangan dengan cara:
a).  Letakkan katak dalam posisi terlentang pada papan.putarlah papan secara horizontal, amati posisi dan gerakan kepala, mata, dan anggota geraknya.
b).  Miringkan papan perlahan-lahan sehingga kepala katak sedikit terangkat. Apa yang terjadi?
4)      Masukkan katak ke dalam aquarium atau baskom berisi air, amati cara berenangnya.
5)      Keluarkan katak dari aquarium atau baskom, kemudian letakkan pada papan pada posisi normal.
6)      Cubit jari kaki dengan pinset, apa yang terjadi?
7)      Masukkan salah satu kaki ke dalam gelas piala berisi air (suhu kamar) kemudian panaskan. Pada suhu berapa katak bereaksi?
8)      Masukkan  jari kaki yang lain ke dalam air panas ± 800 C. Apa yang terjadi?


1.4.  Tinjauan pustaka
      Amphibia merupakan hewan yang hidup dengan bentuk kehidupan yang mula-mula di air tawar kemudian dilanjutkan di darat. Fase kehidupan di dalam air berlangsung sebelum alat reproduksi masak, keadaan ini merupakan fase larva yang disebut berudu. Fase berudu ini menunjukkan sifat antara pisces dan reptilia. Sifat ini menunjukkan bahwa Amphibia adalah kelompok chordata yang pertama kali hidup di daratan. Beberapa pola menunjukkan pola baru yang disesuaikan dengan kehidupan darat, misalnya: kaki, paru-paru, nares (hidung) yang mempunyai hubungan dengan cavum oris dan alat penghidupan yang berfungsi dengan baik di dalam air maupun di darat (Jasin, 1989).

     Katak adalah hewan Amphibia yang paling dikenal orang di Indonesia. Katak memiliki kulit kasar berbintil-bintil sampai berbingkul-bingkul. Beberapa jenis katak, pada sisi tubuhnya memiliki lipatan kulit berkelenjar, mulai dari belakang mata hingga di atas pangkal paha yang disebut lipatan dorsolateral. Katak mempunyai mata berukuran besar, dengan pupil mata horisontal dan vertikal. Beberapa jenis katak memiliki pupil mata berbentuk berlian atau segi empat yang khas bagi masing-masing kelompok. Tubuh katak betina biasanya lebih besar daripada yang jantan. Ukuran katak dan kodok di Indonesia bervariasi dari yang terkecil hanya 10 mm, dengan berat hanya satu atau dua gram sampai jenis yang mencapai 280 mm dengan berat lebih dari 1500 gram (Iskandar, 1998).

     Katak sawah dimasukkan ke dalam ordo Anura. Nama anura mempunyai arti tidak memiliki ekor (anura : a tidak, ura ekor). Ordo ini mempunyai ciri umum tidak mempunyai ekor, kepala bersatu dengan badan, tidak mempunyai leher dan tungkai berkembang baik. Tungkai belakang lebih besar daripada tungkai depan, hal ini mendukung pergerakannya yaitu dengan melompat (Duellman and Trueb, 1986).

     Cara hidup Katak sangat berbeda dengan Ikan. Hewan ini tidak hidup di perairan yang dalam dan menggunakan sebagian besar waktunya di darat. Katak juga memiliki bermacam-macam warna kulit dengan pola yang berlainan. Warna-warna itu ditimbukan oleh pigmen-pigmen yang terdapat di dalam sel-sel pigmen di dalam dermis. Sel pigmen ini biasa dinamakan menurut jenis pigmen yang dikandung. Melanofora mengandung pigmen coklat dan hitam dan lipofora mengandung pigmen merah, kuning dan orange. Amphibi juga mempunyai pigmen yang disebut guanofora, mengandung kristal guanin yang dapat memproduksi efek putih terang. Perubahan warna pada kulit Katak dapat terjadi karena stimulus lingkungan, misalnya gelap, panas, dan dingin. Perubahan itu diatur melalui neuro-endokrin. (Duellman and Trueb, 1986).

     Tubuh amphibia khususnya katak, terdiri dari kepala, badan, dan leher yang belum tampak jelas. Kulit katak terlepas dari otot yang ada di dalamnya, sehingga bagian dalam tubuh katak berupa rongga-rongga yang berisi cairan limfa subkutan. Kulit ini hampir selalu basah karena adanya sekresi kelenjar-kelenjar mucus yang banyak terdapat didalamnya. Selain itu, kulit katak juga banyak mengandung kapiler-kapiler darah dari cabang-cabang vena kutanea magna dan arteri kutanea (Djuhanda, 1982). Amphibi dewasa memiliki mulut lebar dan lidah yang lunak yang melekat pada bagian depan rahang bawah (Djuhanda, 1982).

     Katak mengalami metamorfosis sempurna. Metamorfosis dari katak menyangkut tiga proses perubahan, dua diantaranya merupakan perubahan yang drastis, yaitu berupa penciutan ekor dan terbentuknya organ yang baru yang tidak tampak dari luar. Metamorfosis merupakan suatu masa kritis yang di alami selama terjadinya perubahan dari hewan berhabitat akuatis menjadi terestrial (Duellman, 1986).
Klasifikasi Katak Sawah, adalah sebagai berikut :

1.      Kingdom : Animalia
2.      Phylum : Chordata
3.      Subphylum : Vertebrata
4.      Class : Amphibia
5.      Ordo : Anura
6.      Familia : Ranidae
7.      Genus : fejervarya
8.      Species : Fejervarya cancrivora



BAB II
PEMBAHASAN


 2.1.  Dasar teori
      Gerak refleks merupakan respon yang cepat dan tidak disadari terhadap perubahan lingkungan internal maupun eksternal. Refleks dikendalikan oleh sistem saraf yaitu otak (disebut refleks kranial) atau medula spinalis (disebut refleks spinal) lewat saraf motorik kranial dan spinal. Saraf kranial dan saraf spinal dapat berupa saraf somatik yang mengendalikan refleks otot kerangka atau saraf otonom yang mengendalikan  refleks otot polos, jantung dan kelenjar. Meskipun refleks spinal dapat terjadi tanpa keterlibatan otak, tetapi otak seringkali ikut memberikan pertimbangan dalam refleks spinal.
Refleks terjadi lewat suatu lintasan tertentu, disebut lengkung refleks, dengan komponen:  reseptor, neuron sensorik, neuron penghubung (di dalam otak dan medula spinalis), neuron motorik dan efektor. Sebagian besar refleks merupakan refleks yang rumit, melibatkan lebih dari satu neuron penghubung.
Kegiatan ini berdasarkan pada beberapa prinsip :
1)      Pada umumnya kerusakan pada sistem saraf pusat menyebabkan kelumpuhan  sementara semua refleks yang dikendalikan oleh otak dan medula spinalis. Kondisi akibat kerusakan otak disebut neural shock, sedangkan kondisi kerusakan medula spinalis ini disebut spinal shock yang lamanya tergantung pada kerumitan sistem saraf suatu organisme.
2)      Kerusakan salah satu komponen lengkung refleks dapat menyebabkan hilangnya refleks tertentu.

Single Pitching adalah suatu metoda yang dilakukan dengan cara menusukkan jarum/alat penusuk kedalam otak. Penusukan dilakukan pada bagian foramen occipitale (persambungan antara medulla spinalis dengan medulla oblongata). Tujuannya sama seperti anastesi atau pembiusan. Setelah hewan diperlakukan dengan cara Single Pitching (misalnya Rana esculenta/Katak Hijau) maka tidak lama setelah itu hewan tersebut akan tampak seperti terbius. Oiya, single pitching hanya dilakukan dengan satu kali tusukan. Berbeda dengan double pitching yang dilakukan dengan dua kali tusukan.
     Metoda Single Pitcing dan Double Pitching ini bisa dilakukan disaat kita tidak mempunyai alat bius seperti chloroform. Disaat yang mendesak dan dengan alat seadanya, metoda ini sangat membantu, namun perlu diingat jangan sampai salah lokasi disaat menusukkan jarum, karena jika salah dalam nenusuk, yang ada malah menganiaya hewannya. Penusukan yang benar adalah dengan menandai daerah yang akan ditusuk, dan tidak adanya darah yang keluar dari daerah yang kita tusuk, namun jika pada saat penusukan keluar darah bearti kita telah salah dalam memilih lokasi. Hewan yang bisa dilakukan piching hanyalah hewan-hewan kecil seperti katak yang bisa di single piching double piching.


2.2.  Hasil praktikum
1.      Pada kondisi badan sebelum di teliti
1)      Badan dan angota tubuhnya normal dari ujung kepala sampai ujung kaki.
2)      Pernafasannya normal dan santai.
3)      badan tidak ada yang mengalami luka ataupun rusak.

   2.  Meriksa Denyut pernafasan dengan stopwatch
1)      Saat di baringkan katak berusaha bergerak.
2)      Pernafasan mulai lambat saat waktu 05.21 menit.
3)      407/10 menit pernafasan dan badan katak masih normal.
4)      Saat di putar papannya bola mata katak tidak mengikuti putaran pada papan tersebut.
5)      Dan bola mata serta gerakan badannya tidak mengalami reaksi apapun saat di putarkan diatas papan.

   3.  Memasukan katak ke gelas piala dengan waktu 10 menit
1)      Katak tenang dan menyesuaikan diri untuk mencari nafas di dalam gelas piala yang berisi air tersebut.
2)      Gerakan katak selalu aktif dan cara berenang nya.
3)      Kemudian saat di keluarkan dari gelas piala, katak di letakan di papan dengan posisi normal saat itu katak pasif.
4)      Dan saat di cubit katak bergerak berusaha melompat karena menanggapi rangsangnya.

   4.  Masukan katak ke air dingin dengan hitungan waktu 10 menit
1)       Saat katak dimasukan ke air dingin katak pasif.
2)       Dan kemudian mengamati kodok ke 2 dengan dimasukan ke air dingin yang berisikan es batu dalam waktu 10 menit.
a)      Kodok pertama kali saat dimasukan hanya pasif.
b)      Pada hitungan waktu 02.31 menit, kodok bereaksi bergerak kesana-kesini.
c)      Pada waktu 04.30 menit, kodok berusaha keluar dari gelas yang berisikan air es.
d)     05.22 menit, posisi kodok kepala kebawah badan melembung.
e)      06.33 menit, mata kodok mulai sayup dan badan hanya pasif.
f)       Kata tidak mengeluarkan gelembung udara pada air es tersebut.
g)      08.55 menit, dan sampai menit ini katak hanya terdiam saja.
h)      Pas 10.00 menit, kodok kaku dan hanya terlentang kepala kebawah kaki diatas. Kemudian saat mau di keluarkan kodok berdiri keatas dan kemudian badan turun dan pasif lagi.

   5.  Pergantian air dengan suhu kamar
1)      Saat di maksukan Katak hanya terdiam sejenak.
2)      05.00 menit, kaki belakang bergerak.
3)      08.21 menit, katak bergerak dan mulai menyesuaikan diri.
4)      08.45 menit, katak mulai berinteraksi dan pernafasan nya mulai di sesuaikan saat di dalam air.
5)      Tepat 10.00 menit, katak di keluarkan di dalam air bersuhu kamar , masih hidup tetapi hanya terdiam saja .
                             

 2.3.  Analisis data
Pada percobaan saat melakukan praktikum pada penelitian katak (amfibi) kita menjadi tahu bahwa katak itu berbeda-beda saat di teliti dengan berbagai macam percobaan. Ada yang pernafasan nya normal saat di lakukan penelitian dan berinteraksi diri saat di masukan kedalam gelas berisikan air es dan air bersuhu kamar. Dan ada juga yang menyesuaikan pernafasan nya saat dimasukan ke air es .mungkin bagi katak hal yang belum pernah dilakukan dengannya karena itu katak peka terhadap rangsang yang di rasakan.


TOPIK KE DUA :
    SISTEM REQULASI PADA HEWAN QUITILTENIK (PROSES REQRUASI SUHU PADA KATAK)



1.  Alat Dan Bahan
1)      Gelas piala kecil
2)      Gelas piala besar
3)      Papan kayu/gegap
4)      Es batu
5)      Thermometer
6)      Air hangat
7)      Katak hidup


2.   Tujuan Praktikum
   Mempelajari produksi panas oleh hewan poikilotermik

3.   Cara Kerja
1)      Ikatlah katak hidup pada sebuah papan kayu, kemudian masukkan thermometer ke dalam mulutnya katak tersebut, lihat berapa suhunya, kemudian catat.
2)      Masukkan katak tersebut pada baskom yang berisi air es selama 10 menit, setelah itu angkat katak dan letakkan pada sebuah papan kayu, selanjutnya masukkan thermometer ke dalam mulut katak tersebut, perhatikan perubahan suhunya dan catat.
3)      Masukkan air hangat kedalam baskom dan ukur berapa suhu air tersebut dan catat, kemudian masukkan katak pada baskom yang berisi air hangat tersebut selama 10 menit, selanjutnya angkat katak tersebut, dan letakkan pada sebuah papan kayu.
4)      Masukkan thermometer ke dalam mulut katak dan lihat perubahan suhunya kemudian di catat.

1.  Teori
    Termoregulasi adalah suatu mekanisme makhluk hidup untuk mempertahankan suhu internal agar berada di dalam kisaran yang dapat ditolelir. Proses yang terjadi pada hewan untuk mengatur suhu tubuhnya agar tetap konstan dinamis. Mekanisme Termoregulasi terjadi dengan mengatur keseimbangan antara perolehan panas dengan pelepasan panas. Termoregulasi manusia berpusat pada hypothalamus anterior terdapat tiga komponen pengatur atau penyusun sistem pengaturan panas, yaitu termoreseptor, hypothalamus, dan saraf eferen serta termoregulasi dapat menjaga suhu tubuhnya, pada suhu-suhu tertentu yang konstan biasanya lebih tinggi dibandingkan lingkungan sekitarnya.

     Suhu tubuh hewan dipengaruhi oleh suhu lingkungan luar. Pada suhu -2oC s.d suhu 500C hewan dapat bertahan hidup atau pada suhu yang lebih ekstrem namununtuk hidup secara normal hewan memilih kisaran suhu yang lebih sempit dari kisaran suhu tersebut yang ideal dan disukai agar proses fisiologis optimal.



2.  Pengaruh Suhu Pada Lingkungan Hewan Dibagi Menjadi Tiga Poikiloterm.
1)      Poikiloterm, suhu tubuhnya dipengaruhi oleh lingkungan. Suhu tubuh bagian dalam lebih tinggi dibandingkan dengan suhu tubuh luar. Hewan yang tidak mampu mempertahankan suhu tubuhnya. Suhu tubuh hewan berfluktuasi sesuai dengan suhu lingkungannya. Sebetulnya suhu tubuh tidak betul-betul sama dengan suhu lingkungan,  sebab kalau diukur teliti, suhu selnya sedikit diatas suhu lingkungannya. Menghadapi fluktuasi suhu lingkungan, hewan poikilotermik melakukan konformitas suhu. Laju kehilangan panas pada hewan poikilotermik lebih tinggi dari pada laju produksi panas, sehingga suhu tubuhnya lebih ditentukan oleh suhu lingkungan eksternalnya dari pada suhu metabolisme internalnya.
2)      Homoiterm sering disebut hewan berdarah panas karena mampu menjaga panas suhu tubuhnya. Pada hewan homoiterm suhunya lebih stabil, hal ini dikarenakan adanya reseptor dalam otaknya sehingga dapat mengatur suhu tubuh. Hewan homoiterm dapat melakukan aktifitas pada suhu lingkungan yang berbeda akibat dari kemampuan mengatur suhu tubuh. Hewan homoiterm mempunyai variasi temperatur normal yang dipengaruhi oleh faktor umur, faktor kelamin, faktor lingkungan, faktor panjang waktu siang dan malam, faktor makanan yang dikonsumsi dan faktor jenuh pencernaan air.

Hewan berdarah panas adalah hewan yang dapat menjaga suhu
tubuhnya, pada suhu-suhu tertentu yang konstan biasanya lebih tinggi
dibandingkan lingkungan sekitarnya. Sebagian panas hilang melalui
proses radiasi, berkeringat yang menyejukkan badan. Melalui
evaporasi berfungsi menjaga suhu tubuh agar tetap konstan. Contoh
hewan berdarah panas adalah bangsa burung dan mamalia.  Hewan
yang berdarah dingin adalah hewan yang suhu tubuhnya kira-kira
sama dengan suhu lingkungan sekitarnya. Suhu tubuh tergantung
pada neraca keseimbangan antara panas yang diproduksi atau
diabsorbsi dengan panas yang hilang.
  3).  Hoterotermik
Yaitu kelompok hewan yang pada saat tertentu memiliki sifat
poikilotermik dan pada saat lain bersifat homeotermik, dan kelompok
hewan yang mengatur suhu tubuh secara parsial, yaitu regulasinya
terbatas pada bagian tubuh tertentu. Disebut juga endotermik
fakultatif , mampu melakukan regulasi fisiologik tetapi tidak mengatur
.secara tepat sepanjang waktu. Heterotermik dapat di buktikan pada
insekta tertentu, yang ektotermik pada saat istirahat dan tetapi b
bersifat endotermik pada saat aktif.   

3.  Panas Yang Hilang Dapat Berlangsung Secara Radiasi, Konveksi, Konduksi Dan Evaporasi.
Interaksi panas hewan dengan lingkungan menguntungkan untuk mengatur suhu tubuh meningkatkan/menurunkan pelepasan panas dari tubuh dan memperoleh panas melaui :

A.    Konduksi, Konduksi adalah perubahan panas tubuh hewan karena kontak dengan suatu benda. Atau perpindahan langsung gerakan termal antara molekul-molekul permukaan tubuh, seperti ketika hewan duduk dalam kolam air dingin atau di atas batu yang panas. Panas akan selalu dihantarkan benda bersuhu lebih tinggi ke benda bersuhu lebih rendah yang dipengaruhi oleh:
1.      Luas permukaan benda yang saling bersentuhan
2.      Perbedaan suhu awal antara kedua benda tersebut Konduktivitas panas (tingkat kemudahan untuk mengalirkan panas yang dimiliki suatu benda) dari kedua benda
3.      Konduktivitasnya rendah
4.      Penahan panas yang baik ialah rambut dan bulu
5.      Hanya akan melepaskan sejumlah kecil panas dari tubuhnya ke benda lain yang bersentuhan dengannya
      B.  Konveksi
Perpindahan panas antara dua benda yang terjadi melalui zat alir
(fluida) yang bergerak. Atau konveksi adalah transfer panas akibat
adanya gerakan udara atau cairan melalui permukaan tubuh, seperti
ketika tiupan angin turut menghilangkan panas dari permukaan tubuh
hewan yang berkulit kering. Konveksi juga memberi kontribusi dalam
kenyamanan dan kesejukan yang diberikan oleh kipas angin kepada
manusia selama hari-hari panas, tetapi sebagian besar dari pengaruh
ini disebabkan oleh pendinginan melalui evaporasi. Sebaliknya, faktor
wind-chill (tiupan angin) memperburuk kekejaman suhu musim dingin
yang sangat dingin. Proses Konveksi antara lain :

1.      Berlangsung sampai suhu tubuh kembali ke suhu normal
2.      Perpindahan panas bisa dipercepat, apabila kecepatan aliran fluida di sekeliling tubuh ditingkatkan
3.      Terjadi dari lingkungan ke tubuh hewan, misalnya pada saat udara panas bertiup di dekat hewan, lama-kelamaan tubuh hewan akan menjadi lebih panas juga

      C.  Radiasi
Radiasi adalah emisi dari energi electromagnet yang dihasilkan oleh
semua benda nol, termasuk tubuh hewan dan matahari. Radiasi dapat
memindahkan panas di antara benda-benda yang tidak melakukan
kontak langsung, seperti ketika hewan menyerap panas radiasi dari
matahri.Sebagai contoh, radiasi sinar matahari.
      Frekuensi dan Intensitas Radiasi:
1.      Tergantung pada suhu benda yang mengeluarkan radiasi. Semakin tinggi suhu benda yang mengeluarkan radiasi, semakin tinggi pula intensitas radiasinya.
2.      tubuh hewan (kulit, rambut, dan bulu) menyerap panas radiasi dengan baik.
3.      berjemur pada hewan (khususnya poikiloterm) untuk menaikkan atau memperoleh panas tubuh

    D.   Evaporasi
     Proses perubahan benda dari fase cair ke fase gas. misalnya pada mekanisme ekskresi kelenjar keringat.atau Evaporasi proses kehilangan panas dari permukaan cairan yang ditranformasikan dalam bentuk gas. Evaporasi air dari permukaan cairan yang kehilangan beberapa molekulnya yang berubah menjadi gas. Evaporasi air dari seekor hewan memberi efek pendinginan yang signifikan pada permukaan hewan itu. Evaporasi antara lain :
1.      Cara penting untuk melepaskan panas tubuh.
2.      Hewan yang tidak memiliki kelenjar keringat, jika tubuhnya panas, penguapan melalui saluran pernafasan dengan cara terengah-engah (pada anjing diikuti dengan menjulurkan lidahnya).
3.      Jika suhu tubuh meningkat, keringat akan membasahi kulit, selanjutnya keringat akan menyerap kelebihan panas dari tubuh dan mengubahnya menjadi uap, setelah keringat mengering, suhu tubuh pun turun.
4.      Suhu tubuh hewan, endoterm dan ektoterrn tergantung pada jumlah panas (kalori) per unit masa jaringan. Jaringan terdiri terutama atas air, sehingga kapasitas panas jaringan antara 0o – 40o C kira-kira 1,0 kalori per o C per  gram. Berarti  makin luas hewan makin besar panas tubuh menentukan suhu hewan. Kecepatan perubahan panas tubuh tergantung pada :

1.      Kecepatan produksi panas melalui aktivitas metabolic
2.      Kecepatan penambahan panas
3.      Kecepatan kehilangan panas kelingkungan

Jadi panas tubuh dan selanjutnya suhu tubuh seekor hewan dapat diregulasi dengan mengubah kecepatan produksi panas dan perpindahan panas (transfer panas).

 Produksi Panas
Pada hewan ada mekanisme yang mempengaruhi kecepatan panas tubuh guna menstabilkan suhu tubuhnya (termoregulasi), diantaranya:
1.      Mekanisme tingkah laku
2.      Mekanisme otonomik, seperti mempercepat metabolisme simpanan energi.
3.      Mekanisme adaptif atau aklimatisasi, yang lebih lamban dibandingkan
     mekanisme yang lain. Yaitu memproduksi penambahan panas pada metabloisme basal.

Kecepatan transfer panas ke dalam atau keluar tubuh dipengaruhi oleh tiga faktor:
1. Luas permukaan. Luas permukaan per gram berbanding terbalik dengan peningkatan massa tubuh. Ini berarti bahwa hewan kecil memiliki suatu aliran panas lebih tinggi per unit berat tubuh.
2.  Perbedaan suhu. Makin dekat seekor hewan menjaga suhu tubuhnya ke suhu lingkungan makin sedikit panas akan mengalir ke dalam atau keluar tubuhnya.
3.  Konduktansi panas spesifik permukaan tubuh hewan. Permukaan jaringan poikiloterm memiliki konduktansi panas yang tinggi, sehingga hewan ini memiliki suhu tubuh mendekati suhu lingkungan (kecuali apabilal hewan berjemur di panas matahari).

Hewan homeoterm memiliki bulu, rambut atau lapisan lemak untuk mengurangi konduktansi permukaan tubuhnya. Insulasi seperti ini menimbulkan perbedaan suhu antara pusat tubuh dengan lingkungan hewan yang berjarak beberapa milimeter atayu sentimeter, sehingga perbedaan temperatur kurang besar, jadi kecepatan aliran panas dikurangi. Sifat yang penting dari rambut dan bulu adalah menyerap dan menahan panas, sehingga memiliki konduktivitas panas yang rendah, jadi tidak merambatkan panas.

Termoregulasi Pada Hewan Poikiloterm.
          Suhu tubuh hewan poikilotermik ditentukan oleh keseimbangannya dengan kondisi suhu lingkungannya, dan berubah seperti berubah-ubahnya suhu lingkungan. Pada hewan poikiloterm air, misalnya kerang, udang, dan ikan, suhu tubuhnya sangat ditentukan oleh keseimbangan konduktif dan konvektif dengan air mediumnya, dan suhu tubuhnya mirip suhu air. Hewan memproduksi panas internal secara metabolik, dan ini mungkin meningkatkan suhu tubuh di atas suhu air. Namun air menyerap panas begitu efektif dan hewan poikilotermik tidak memiliki insulasi sehingga perbedaan suhu hewan dengan air sangat kecil.
Pada hewan poikilotermik darat, misalnya katak, keong dan serangga, suhu tubuhnya dapat lebih mendekati suhu udara lingkungan. Input radiasi panas dari matahari atau sumber lain mungkin meningkatkan suhu tubuh di atas suhu lingkungan, dan penguapan air melalui kulit dan organ-organ respiratori menekan suhu tubuh beberapa derajat di bawah suhu lingkungan. Hewan darat dapat memelihara keseimbangann tubuh dengan mengurangi penguapan dan kehilangan panas lewat konduksi dan memaksimalkan penambahan panas melalui radiasi dan panas metabolik. Sianar matahari digunakan oleh serangga dan reptil sebagai sumber eksternal tubuhnya. Untuk meningkatkan jumlah panas yang dapat diserap, hewan tergantung pada warna tubuh dan orientasinya relatif terhadap matahari. Banyak hewan yang dapat merubah warna kulitnya melalui penyebaran dan kontraksi sel-sel pigmen hitam paada kulitnya. Karena hampir separuh energi matahari berada dalam cahaya tampak, kulit berwarana gelap akan menyerap energi panas matahri daripada berwarna cerah.


Termoregulasi Pada Hewan Homeoterm.
Hewan homeoterm mempunyai suhu tubuh yang konstan pada berbagai suhu lingkungan yang berubah-ubah. Kebanyakan burung dan mamalia dan lingkungannya yang normal akan mempertahankan suhu tubuhnya di atas duhu lingkungannya. Suhu bagian dalam mamalia umunya berkisar antara 37-40o C, sedangkan golongan burung mempunyai suhu tubuh sedikit lebih tinggi yaitu 41-42,5o C. Kondisi homeotermik menyangkut keseimbangan yang serasi antar dua faktor, yaitu produksi panas, kehilangan panas.
Laju produksi panas dan kehilangan panas pada hewan sangat bervariasi, tergantung pada kondisi lingkungannya (panas, dingin), aktivitasnya (diam, aktif). Untuk memelihara keseimbanagn suhu tersebut, hewan homeoterm melakukan regulasi kimiawi dan regulasi fisik. Regulasi kimiawi menyangkut produksi panas metabolik, sedangkan regulasi fisik menyangkut kegiatan fisik untuk memodifikasi kehilangan panas.
     
Respon Terhadap Dingin dan Panas.
Jika hewan homeoterm dihadapkan pada suhu lingkungan yang ekstrem, maka tingkat aktivitas termiregulatori untuk memelihara kekonstanan suhu tubuhnya meningkat sesuai dengan perubahan suhu lingkungan. Hewan endoterm dapat meregulasi suhu tubuhnya dengan mengatur kecepatan kehilangan panas melalui pengaturan hantaran permukaan tubuh. Penyesuaian ini termasuk respon-respon seperti respon vasomotor, perubahan pose tubuh, regulasi pilomotor, dan kefektivan insulasi bulu dan rambut. Dalam rentangan suhu ini bulu dan rambut ditegakkan oleh otot pilomotor dalam kulit untuk menyediakan lapisan udara tenang yang tebal, dan pada ujung atas rentangan suhu ini bulu dan rambut ditempelkan ke kulit.
Bila suhu lingkungan diturunkan, hewan endoterm akan merespon dengan berbagai reflek yang cenderung mengkonservasi panas. Pembuluh darah di kulit akan menyempit, rambut dan bulu dapat berdiri, dan hewan akan mempersempit permukaan tubuhnya yang bersinggungan dengan udara. Misalnya menekuk tubuhnya dan menyembunyikan anggota tubuh. Pada suhu yang moderat kecepatan basal produksi panas seimbang dengan kehilangan suhu ke lingkungan. Rentangan suhu moderat ini disebut zona suhu netral. Di bawah suhu netral hewan, endoterm meningkatkan produksi panas di atas tingkat basal agar mengimbangi kehilangan panas (termogenesis). Produksi panas akan meningkat secara linier dengan penurunan suhu sampai di bawah suhu kritis bawah. Antara zona suhu netral dengan suhu kritis bawah ini disbut dengan zona regulasi metabolik.
Bila suhu lingkungan berada dibawah suhu kritis bawah, mekanisme regulasi akan gagal, tubuh mendingin, kecepatan metabolik turun. Dalam keadaan ini hewan berada dala zona hipotermia. Dimana produksi panas metabolik tidak dapat mengimbangi turunnnya suhulingkungan. Bila suhu lingkungan naik lebih tinggi dari suhu netral, maka hewan akan melakukan aktivitas yang cenderung melepaskan (membuang) panas, misalnya masuk ke dalam air dan sebagainya. Peningkatan suhu hanya dapat ditoleransi oleh hewan homeoterm sampai suhu kritis atas. Antasa zona suhu netral dengan suhu kritis atas disebut zpna termoregulasi fisik. Di atas zona ini pelepasan panas oleh hewan tidak dapat mengimbangi naiknya suhu lingkunan sehingga suhu tubug akan ikut naik.

Termoregulasi Pada Hewan Heterotermik
Heterotermik adalah hewan yang mampu memproduksi panas endotermik dalam berbagai tingkat, tetapi umumnya tidak meregulasi suhu tubuhnya dalam rentangan pendek. Heterotermik mungkin dapat dibedakan menjadi dua kelompok: heterotermik temporal dan heterotermik regional. Heterotermik temporal merupakan suatu kategori yang luas, dimana suhu tubuh hewan dapat berbeda setiap saat, misalnya terdapat pada serangga terbang, phyton dan beberapa ikan, yang dapat meningkatkan suhu tubuh di atas suhu lingkungan dengan sifat panas yang dibangkitkan sebagai suatu hasil yang melibatkan aktivitas otot. Sedangkan heterotermik regional sebenarnya adalah poikilotermik seperti teleostei besar yang dapat mncapai suhu tubuh dalam (suhu jaringan dalam) cukup tinggi melalui aktivitas otot, sementara jaringan periferal dan ekstremitas mendekati suhu lingkungannya. Contoh pada ikan hiu, tuna dan pada serangga terbang.

Adaptasi Pada Termoregulasi hewan
Hewan mempunyai kemampuan adaptasi terhadap perubahan suhu lingkungan. Sebagai contoh, pada suhu dingin, mamalia dan burung akan meningkatkan laju metabolisme dengan perubahan hormon-hormon yang terlibat di dalamnya, sehingga meningkatkan produksi panas. Pada ektoterm (misal pada lebah madu), adaptasi terhadap suhu dingin dengan cara berkelompok dalam sarangnya. Hasil metabolisme lebah secara kelompok mampu menghasilkan panas di dalam sarangnya.
Beberapa adaptasi hewan untuk mengurangi kehilangan panas, misalnya adanya bulu dan rambut pada burung dan mamalia, otot, dan modifikasi sistim sirkulasi di bagian kulit. Kontriksi pembuluh darah di bagian kulit dan countercurrent heat exchange adalah salah satu cara untuk mengurangi kehilangan panas tubuh. Perilaku adalah hal yang penting dalam hubungannya dengan termoregulasi. Migrasi, relokasi, dan sembunyi ditemukan pada beberapa hewan untuk menurunkan atau menaikkan suhu tubuh. Gajah di daerah tropis untuk menurunkan suhu tubuh dengan cara mandi atau mengipaskan daun telinga ke tubuh. Manusia menggunakan pakaian adalah salah satu perilaku unik dalam termoregulasi.

Jenis-Jenis Dan Macam-Macam Adaptasi pada termoregulasi berbagai hewan:
1.      AdaptasiMorfologi
Adaptasi morfologi adalah penyesuaian pada organ tubuh yang disesuaikan dengan kebutuhan organisme hidup. Misalnya seperti gigi singa, harimau, citah, macan, dan sebagainya yang runcing dan tajam untuk makan daging. Sedangkan pada gigi sapi, kambing, kerbau, biri-biri, domba dan lain sebagainya tidak runcing dan tajam karena giginya lebih banyak dipakai untuk memotong rumput atau daun dan mengunyah makanan.
2.      Adaptasi Fisiologi
Adaptasi fisiologi adalah penyesuaian yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar yang menyebabkan adanya penyesuaian pada alat-alat tubuh untuk mempertahankan hidup dengan baik. Contoh adapatasi fisiologis adalah seperti pada binatang / hewan onta yang punya kantung air di punuknya untuk menyimpan air agar tahan tidak minum di padang pasir dalam jangka waktu yang lama serta pada anjing laut yang memiliki lapisan lemak yang tebal untuk bertahan di daerah dingin.
3.      Adaptasi Tingkah Laku
Adaptasi tingkah laku adalah penyesuaian mahkluk hidup pada tingkah laku / perilaku terhadap lingkungannya seperti pada binatang bunglon yang dapat berubah warna kulit sesuai dengan warna yang ada di lingkungan sekitarnya dengan tujuan untuk menyembunyikan diri

Usaha hewan untuk mempertahankan suhu tubuhnya agar tetap konstan dan tidak terjadi perbedaan drastis dengan suhu lingkungannya disebut thermoregulasi. Di dalam tubuh hewan yang hidup selalu terjadi proses metabolisme. Dengan demikian selalu dihasilkan panas,karena tidak semua energi yang terbentuk dari metabolisme dimanfaatkan. Panas yang terbentuk dibawa oleh darah ke seluruh tubuh sehingga tubuh menjadi panas dan disebut sebagai suhu tubuh normal.

Setiap organisme hidup memerlukan energi untuk melakukan metabolisme serta untuk kegiatan hidup lain. energi yang dipergunakan untuk melakukan metabolisme merupakan energi mekanik yang berasal dari bentuk-bentuk energi lain. Dari bahan yang diambil, energi kimia yang terkandung di dalamnya diubah melalui beberapa tahapan sehingga terbentuk energi mekanik. Dalam rangkaian perubahan bentuk energi tersebut terjadi pelepasan energi dalam bentuk panas sehingga organisme menghasilkan panas yang disebarkan ke lingkungannya dengan cara konveksi, konduksi, atau radiasi. Pada umumnya suhu tubuh hewan poikilotermik lebih rendah dari pada suhu lingkungannya, sehingga di udara ia kehilangan panas karena kehilangan melalui penguapan yang biasanya melebihi produksi panasnya.




BAB III
 PENUTUP


3.1.  Kesimpulan
     Berdasarkan hasil pengamatan yang kami lakukan dapat diambil kesimpulan bahwa morfologi katak ( Rana cancarovora ) dan kodok ( Bufo sp) berbeda, sedangkan pada anatominya sama.
Perbedaan morfologi antara katak ( Rana cancarivora) dan kodok ( Bufo sp ) yaitu katak bertubuh langsing sedangkan kodok bertubuh gemuk. Kulit katak halus dan berlendir sedangkan kodok Kulitnya kasar dan kering. Katak dapat melompat lebih jauh atau lebih tinggi daripada kodok karena kaki belakangnya lebih panjang daripada kodok. Tempat tinggalnya basah karena tubuh katak harus selalu basah sedangkan kodok tidak dapat melompat jauh atau lebih tinggi dari katak karena kaki belakangnya lebih pendek daripada katak.Tempat tinggalnya lebih kering daripada tempat tinggal katak.
Pada kodok (Bufo sp) struktur kulitnya kasar, kering, memiliki jembatan orbital, memiliki tonjolan, kakinya pendek, tidak memiliki selaput mata.
Pada katak ( Rana cancrivora ) memiliki kulit yang lembab, permukaan kulitnya halus, tidak memiliki tonjolan, tidak memiliki jembatan orbital, memiliki selaput mata, memiliki membran timpani, dan kakinya panjang.
Sedangkan pada anatominya sama yaitu mempunyai : kerongkongan (esofagus), paru-paru (pulmo), hati (hepar), jantung (cor), empedu, rektum, lambung (gaster), saluran urogenitalia, usus halus (intestinum tenue), usus besar (intestinum carsum), ginjal (ren).

3.2.  Saran
1.      Untuk laboratorium, Sebaiknya di laboratorium, alat-alat dan bahannya harus lengkap agar praktikum berjalan dengan lancar. Selain itu, kebersihan laboratorium harus dijaga.
2.      Untuk asisten, Sebaiknya asisten mendampingi kelompoknya dan praktikan yang kurang memahami percobaan yang dipraktikumkan dan saya sarankan kepada kakak asisten agar jangan lagi ada yang terlambat.
3.      Untuk praktikum, Pada praktikum ini, diperlukan ketelitian mata dalam melihat hasil pengamatan dan kelincahan kita dalam mengoperasikan alat, selain itu perlu adanya perhatian dalam masalah kebersihan laboratorium maupun sarana dan prasarananya, serta saya sarankan kepada teman-teman mahasiswa agar dapat mempelajari lebih dalam mengenai anatomi dan morfologi pada katak dan kodok. Sebaiknya untuk praktikum pengenalan hewan vertebrata berdasarkan karakter morfologi dan anatmi, praktikan diharapkan membawa alat tulis yang lengkap agar memperlancar praktikum serta tidak saling meminjam satu sama lain dan waktu untuk menggambar ditambahkan.


     4. lampiran






























DAFTAR PUSTAKA



Djuhanda, T. 1974. Analisa Struktur Vertebrata . Armico, Bandung.
Djuhanda, T. 1982. Anatomi dari empat Hewan Vertebrata . Armico, Bandung.
Duellman, W.E. and L.Trueb. 1986. Biology of Amphibians. McGraw Hill Book Company, New York.
Iskandar, D.T. 1998. Amphibi Jawa dan Bali, Seri Panduan Lapangan . Puslitbang Biologi-LIPI.
Jasin, M. 1989. Sistematika Hewan (Vertebrata dan Invertebrata) . Sinar Wijaya, Surabaya.
Jasin. Maskoen. 1992. Zoologi Vertebrata untuk Perguruan Tinggi. Sinar Wijaya, Surabaya.
Kimball, J. W. 1988. Biologi. Erlangga, Jakarta.
Kimball, J.W. 1991. Biologi . Erlangga, Jakarta.
Radiopoertro. 1996. Zoologi. Erlangga, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar