Jurnal
Penelitian Stkip
INDUKSI KEJUTAN SUHU
360 C TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO DAN KEBERHASILAN POLIPLOIDISASI KATAK
(Rana
cancrivora)
Dewi
nurul asiyah
Program Studi Pendidikan Biologi STKIP Tunas Palapa
Lampung Tengah
Abstrak
Poliploidi pada katak Rana
cancrivora dapat dilakukan dengan memberikan kejutan suhu. Hal yang perlu
diperhatikan dalam perlakuan kejutan suhu pada telur adalah waktu awal kejutan,
suhu kejutan dan lama kejutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan
menguji pengaruh kejutan suhu 360C terhadap perkembangan embrio, dan
keberhasilan poliploidisasi katak R. cancrivora. Penelitian dlakukan di
Laboratorium Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pemberian kejutan suhu 360 C pada telur yang fertilisasi memberikan
pengaruh terhadap perkembangan embrio katak R. cancrivora yaitu pada perlakuan
D (45 menit setelah fertilisasi). Namun pemberian kejutan suhu 360C tidak
menunjukkan adanya pengaruh terhadap keberhasilan poliploidisasi katak R.
cancrivor
Kata Kunci :
PERKEMBANGAN EMBRIO
DAN KEBERHASILAN POLIPLOIDISASI KATAK
PENDAHULUAN
Amphibi
memiliki berbagai peranan penting bagi kehidupan manusia, yakni peranan
ekologis maupun ekonomis. Amphibi memakan serangga sehingga dapat membantu
keseimbangan ekosistem terutama dalam pengendalian populasi serangga. Selain
itu, amphibi juga dapat berfungsi sebagai bio-indikator bagi kondisi
lingkungan karena amphibi memiliki respon terhadap perubahan lingkungan.
Peranan amphibi dari segi ekonomis dapat ditinjau dari pemanfaatan amfibi untuk
kepentingan konsumsi.
Katak juga
memiliki kandungan protein yang tinggi sebesar 16,4 gram per 100 gram daging
katak. Selain itu katak juga mengandung serat, mineral dan vitamin yang tinggi
(Susilo dan Rahmat, 2010). Karena adanya kelebihan dari katak tersebut, tidak
mengherankan bila permintaan katak dari negara-negara tersebut tiap tahunnya
terus meningkat. Ini merupakan peluang yang sangat besar bagi negara kita untuk
meningkatkan ekspor, sebagai sumber devisa Negara yang berasal dari komoditas
nonmigas (Arie, 1999).
R. cancrivora merupakan
satu dari lima jenis katak yang dikonsumsi di Indonesia. Katak ini juga banyak
dijumpai di Sumatera Barat. Kelebihan katak ini diantaranya daging katak
mengandung protein hewani yang cukup tinggi ,limbah katak yang tidak dipakai
sebagai bahan makanan manusia dapat dipakai untuk ransum binatang ternak,
seperti itik dan ayam.
populasi katak di
alam sudah menurun. Untuk mengatasi hal tersebut sudah dilakukan budidaya katak,
namun ada beberapa kendala yang ditemukan diantaranya pertumbuhannya lambat,
ukurannya kecil, waktu panen lama, sangat tergantung kepada alam dan memerlukan
makanan alami yang bergerak sehingga sulit dibudidayakan (Arie, 1999).
Kekurangan itu
dapat diatasi dengan cara bagaimana menghasilkan individu yang ukurannya besar
dan cepat pertumbuhannya. Salah satu cara manipulasi kromosom adalah dengan
poliploidi. Poliploidi dapat dilakukan dengan memberi perlakuan suhu. Kejutan
suhu selain murah dan mudah, juga efisien dapat dilakukan dalam jumlah banyak
(Rustidja, 1991). Komen (1990) menyatakan, suhu panas lebih efektif untuk
mencegah terlepasnya polar body II.
Tiga hal yang
perlu diperhatikan dalam perlakuan kejutan suhu pada telur, yaitu waktu awal
kejutan, suhu kejutan, dan lama kejutan (Don dan Avtalion, 1986). Nilai
parameter tersebut berbeda untuk setiap spesies (Pandian dan Varadaraj, 1988).
Poliploidisasi
adalah suatu metoda manipulasi kromosom dari diploid (2n) menjadi jumlah
kromosom yang lebih tinggi triploid, tetraploid, pentaploid dan seterusnya
(Sistina, 2000).
BAHAN
DAN METODE
Alat
:
Alat yang
digunakan adalah :
1. petridish,
2. spatula,
3. pipet
tetes,
4. aquarium
30x30x30cm3,
5. lempeng
kaca 15x15cm2
6. jarum
suntik, sarung tangan, pipet tetes,
7. objek
gelas, objek gelas cekung, cover gelas, hot plate,
8. termometer
suhu, mikroskop stereo, mikroskop binokuler,
9. alat
bedah, senter, saringan,
10. gelas
ukur kimia 250ml,
11. bulu
ayam,
12. box
staining,
13. camera
digital.
14. Bahan
yang digunakan adalah induk katak R. cancrivora jantan dan betina matang
kelamin, NaCL fisiologis 0,9%, Aceto Orcein, Kolkisin, Metylen Blue, Asam
Asetat Glasial, Etanol, AgNO3, Gelatin, Gliserin, Asam Formiat, Alkohol 96%,
15. Aquades,
minyak Imersi dan bayam (untuk pakan berudu).
Metode
Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan Rancangan Acak
Lengkap (RAL). Sebagai perlakuan adalah kejutan suhu panas 36ᴼC selama 10 menit
yang diperlakukan pada telur setelah difertilisasi dan dibagi menjadi 5
kelompok perlakuan yaitu :
1. Perlakuan
A: Tanpa perlakuan kejutan suhu (kontrol)
2. Perlakuan B : Telur 15 menit setelah
fertilisasi
3. Perlakuan
C : Telur 30 menit setelah fertilisasi
4. Perlakuan D : Telur 45 menit setelah
fertilisasi
5. Perlakuan
E : Telur 60 menit setelah fertilisasi
Masing-masing perlakuan dilakukan 3
kali ulangan dengan jumlah telur untuk tiap-tiap perlakuan adalah sebanyak 50
butir (Modifikasi dari penelitian Fischberg, 1958).
Prosedur
Penelitian
Katak Rana cancrivora jantan
dewasa dicirikan dengan adanya kantung suara berwarna coklat kemerah-merahan
pada bagian leher dan katak betina dewasa dilihat dari keberadaan telur pada
bagian abdomen katak (hitam pada bagian abdomen).
Hipofisasi
Buatan
Katak R.
cancrivora jantan yang telah dewasa sebanyak 20 ekor diambil kelenjar
hipofisanya, kemudian hipofisa yang telah diambil ditaruh di dalam petridish
yang telah diberi beberapa tetes larutan garam fisiologis (NaCL) yang telah
diencerkan 10 kali. Setelah itu dilakukan pencacahan hipofisa dan setelah
merata diambil beberapa ml dan diinjeksikan ke rongga peritoneal 4 ekor katak
betina dewasa yang sedang bertelur (pada bagian perut tampak adanya telur) dan
katak tersebut dimasukkan ke dalam bak penetasan. Setelah 8 jam dilakukan lagi
penyuntikan hipofisa ke rongga peritoneal katak dan ditaruh kembali ke dalam
bak penetasan. 4 ekor katak jantan dewasa juga diberi suntikan kelenjer
hipofisa untuk merangsang pematangan sel sperma. Setelah 3-4 jam dilakukan
proses pengurutan atau stripping induk katak betina pada bagian
abodomennya.
Fertilisasi
Buatan
Setelah
penyuntikan terhadap 4 ekor katak betina, katak betina akan mengeluarkan
telurnya. Telur yang dikeluarkan ditampung dalam petridish dan diurutkan bagian
perut katak betina sehingga seluruh telur bisa dikeluarkan. Disamping itu
disiapkan larutan sperma dengan mencacah testis dari 4 ekor induk katak jantan
dan setelah dicacah dalam petridish maka ditambahkan larutan NaCL 0,9 %.
Setelah itu larutan sperma dipipet teteskan langsung diatas telur yang sudah
ditampung dalam petridish (usia 0 jam fertlisasi) dan dilakukan perlakuan
kejutan suhu 36⁰C selama 10
menit untuk masing-masing perlakuan.
Kejutan
suhu
Setelah
difertilisasi, petridish yang berisi telur diberi kejutan suhu dengan cara
menaruhnya diatas hotplat yang berisi air dengan suhu 36ᴼC selama 10 menit
dengan masing-masing perlakuan (kontrol/ tanpa perlakuan, 15 menit setelah
fertilisasi, 30 menit setelah fertilisasi, 45 menit setelah fertilisasi, 60
menit setelah fertilisasi (masing-masing perlakuan dengan jumlah telur 50 butir
dan dengan 3 kali ulangan). Setelah itu telur disebarkan kedalam aquarium
30x30x30cm3 untuk pemeliharaan larva dan diberi beberapa ml Metylen Blue untuk
pencegah jamur. Selama pemeliharaan (30 hari), larva diberi pakan daun bayam
yang telah direbus dan digerus. Pada akhir pemeliharaan (30 hari) dilakukan
pengamatan poliploidisasi katak dengan melihat jumlah kromosom katak R. cancrivora.
Pengamatan
Poliploidisasi
Ekor berudu
dipotong kira-kira 1,5 cm dan dibiarkan selama 24 jam. Setelah 24 jam barulah
dipotong lagi ekor berudu dan dimasukkan potongan ekor kedalam larutan kolkisin
dan hipotonik (larutan garam 0,8% dan ditambah kolkisin 0,1%) selama 1 jam.
Setelah itu larutan dihisap dan ditetesi dengan Aceto Orcein selama 25 menit
dan barulah potongan ekor tadi diletakkan diatas objek glas dan di squash dan
dilakukan penghitungan kromosom dibawah mikroskop dan difoto.
Parameter Uji dan Analisis Data
Parameter uji
adalah melihat proses dan tahap perkembangan embrio dan mencatat waktu tahap
perkembangan, yang nantinya akan dibandingkan pada masing-masing perlakuan.
Parameter uji yang lainnya adalah analisis ploidisasi dengan melihat jumlah
kromosom katak R.
Bila didapatkan perbedaan yang nyata
dilakukan uji lanjut DNMRT pada taraf 5%.
(Induksi Poliploid) IP
=jumlah katak
poliploid : jumlah kata sampel
= x 100% (Mukhti et
all, 2001).
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Perkembangan
Embrio Berdasarkan penelitian yang telah telah didapatkan tahapan-tahapan
perkembangan embrio katak Rana cancrivora pada berbagai macam perlakuan
kejutan suhu 36ºC pada telur yang difertilisasi. Pengaruh kejutan suhu 360C
terhadap perkembangan embrio katak R.
cancrivora dapat dilihat pada
Tabel 1.
Pada tabel 1.
dapat dilihat bahwa waktu yang dibutuhkan untuk perkembangan embrio katak R.
cancrivora berbeda-beda pada masing-masing perlakuan kejutan suhu 360C.
Pelakuan yang
menunjukkan waktu yang paling cepat untuk proses perkembangan embrio katak R.
cancrivora adalah pada perlakuan D (45 menit setelah fertilisasi) sedangkan
pada perlakuan B, perlakuan C perlakuan E dan perlakuan A (kontrol) proses
perkembangan embrio berjalan lambat.
Hal ini menunjukkan
bahwa adanya pengaruh dari kejutan suhu pada masing-masing waktu setelah
fertilisasi terhadap perkembangan embrio katak F. cancrivora, banyaknya
kuning telur dan tipe telur katak. Perkembangan embrio dipengaruhi oleh
banyaknya kuning telur.
Lama pengeraman
telur katak tergantung pada spesies dan beberapa faktor luar. Suhu merupakan
faktor penting dalam mempengaruhi proses perkembangan embrio, daya tetas telur
dan kecepatan penyerapan kuning telur. (Satyani, 2007).
Terbentuknya
daerah Gray crescent merupakan awal untuk proses pembelahan (Gambar 1A).
1. Proses
pembelahan pada telur katak R. cancrivora terjadi setelah 1 jam
fertilisasi. Pada perlakuan D waktu yang dibutuhkan untuk pembelahan 2 adalah 1
jam namun pada perlakuan lainnya membutuhkan waktu lebih dari 1 jam. Pada
proses pembelahan 1 dihasilkan 2 sel atau 2 blastomer yang sama besar pada
kutub animal sedangkan pada kutub vegetal belum berlangsung proses pembelahan
Gambar 1B), hal ini disebabkan oleh banyaknya yolk yang terdapat pada kutub
vegetal dari telur katak.
2. proses
pembelahan ke 2 merupakan proses pembelahan menghasilkan 4 sel/blastomer
(Gambar 1 C). Pada perlakuan D waktu yang dibutuhkan untuk mencapai pembelahan
4 sel adalah 1 jam, sedangkan pada perlakuan lain lebih lambat dari perlakuan
D.
Setelah tahapan
blastula maka embrio memasuki tahapan selanjutnya yaitu tahapan Gastrula. Pada
perlakuan D embrio katak R. cancrivora membutuhkan waktu 9 jam untuk
mencapai tahap gastrula. Gastrula pada embrio katak dimulai dari sisi dorsal embrio
dan pada daerah ini terbentuk celah blastoporus (Gambar 2 A).
Proses
perkembangan selanjutnya adalah Neurulasi yang merupakan tahapan pembentukan
bumbung saraf (neural tube). Pada perlakuan D membutuhkan waktu 10.30 jam
setelah fertilisasi untuk tahap neurulasi awal dan 12 jam setelah fertilisasi
untuk tahap neurula akhir. Pada perlakuan A (kontrol) membutuhkan waktu 14 jam
untuk proses neurula awal dan 16,50 jam untuk proses neurula akhir.
Setelah proses
Neurulasi selesei maka embrio katak akan memasuki tahap selanjutnya yaitu tahap
Organogenesis. Pada tahap organogenesis (pembentukan otak) ini perlakuan yang
menunjukkan proses perkembangan paling cepat masih pada perlakuan D yaitu
dengan waktu 19 jam.
Pada tahap
organogenesis terjadi proses perkembangan dari lapisan lembaga ektoderm,
mesoderm dan endoderm. Perkembangan lapisan ektoderm akan membentuk sistem
saraf, otak dan mata. dengan proses pembentukan jantung dan sistem sirkulasi
(Gambar 4C). Induksi Ploidisasi. Poliploidi pada katak R. cancrivora dapat
dilihat pada Tabel 2
Tabel 1. Waktu perkembangan embrio setelah diberi
kejutan suhu 360 C selama 10 menit
Tahapan
|
Waktu perkembangan
(jam)
|
||||||||
A
|
B
|
C
|
D
|
E
|
|||||
2 sel
|
1,30
|
1,10
|
1,18
|
1,00
|
1,27
|
||||
4 sel
|
2,00
|
1,15
|
1,20
|
1,15
|
1,24
|
||||
Morula
|
3,15
|
2,15
|
2,30
|
2,00
|
2,40
|
||||
Blastula
|
8,00
|
6,15
|
6,35
|
6,00
|
7,05
|
||||
Gastrula
|
11,00
|
9,17
|
9,45
|
9,00
|
10,00
|
||||
Neurula awal
|
14,00
|
10,45
|
11,00
|
10,30
|
11,26
|
||||
Neurula akhir
|
16,50
|
12,20
|
13,00
|
12,00
|
13,25
|
||||
Kuncup ekor
|
24,00
|
20,00
|
20,40
|
19,00
|
21,33
|
||||
Haching
|
81,00
|
73,00
|
75,20
|
67,30
|
78,30
|
||||
Gbr 1.Tahapan
Perkembangan Embrio. A.Telur yang sudah difertilisasi. B. Tahap pembelahan 2
sel. C. Tahap pembelahan 4 sel. D. Tahap pembelahan 32 sel. E. Tahap pembelahan
64 sel (Morula). F. Tahap pembelahan 128 sel (Blastula). Ket : a (kutub
animal), b (kutub vegetal), c (Gray Crescent). Perbesaran 40x10.
Gbr 2. Tahapan
Gastrulasi. A. Gastrulasi awal (pembentukan bibir dorsal). B dan C Pembentukan
Yolk Plug (sumbat yolk). Ket: a (bibir dorsal), b (sumbat yolk). Perbesaran
40x10
Gbr 3.Tahapan
Neurulasi. A. Pembentukan Neural Plate (keping saraf). B. Pembentukan Neural
Groove (lipatan saraf ). C. Pembentukan Neural Tube (bumbung neural). Ket: a
(penebalan ektoderm membentuk neural plate), b (neural groove), c (neural fold)
dan d (neural tube). Perbesaran 40x10
Gbr 4. Tahap Organogenesis. A.
Pembentukan otak dan Tail Bud awal. B dan C. Pembentukan Tail Bud akhir (Gill
Sirculation dan Elongasi). Ket: a (otak primitif), b (tail bud), c (gill
sirculation), d (ekor). Perbesaran 40x10
Gbr 4. Tahap
Organogenesis. A. Pembentukan otak dan Tail Bud awal. B dan C. Pembentukan Tail
Bud akhir (Gill Sirculation dan Elongasi). Ket: a (otak primitif), b (tail
bud), c (gill sirculation), d (ekor). Perbesaran 40x10
Tabel 2. Jumlah poliploidi
pada katak R. cancrivora Perlakuan
|
Ulangan
|
Jumlah Individu
2n
|
Jumlah Individu
Poliploid
|
A
|
1
2
3
|
15
15
15
|
0
0
0
|
B
|
1
2
3
|
15
15
15
|
0
0
0
|
C
|
1
2
3
|
15
15
15
|
0
0
0
|
D
|
1
2
3
|
15
15
15
|
0
0
0
|
E
|
1
2
3
|
15
15
15
|
0
0
0
|
Dari tabel 2 diketahui bahwa induksi
kejutan suhu 360 C terhadap katak R. cancrivora pada waktu yang berbeda
setelah fertilisasi selama 10 menit tidak satupun dari perlakuan didapatkan
individu yang poliploidi. Semua individu katak R. cancrivora baik
perlakuan B, C, D dan E tidak ada yang menunjukkan jumlah kromosom yang lebih
dari 2n (diploid). Tidak ditemukannya individu katak R. cancrivora poliploid
(triploid dan tetraploid) dikarenakan oleh waktu pemberian kejutan dan lama
kejutan yang kurang tepat. Untuk individu triploid kejutan suhu diberikan agar
mampu mencegah terjadinya pelepasan polar body II, namun dari penelitian tidak
didapatkan individu yang triploid.
Hal ini diduga
karena waktu pemberian kejutan dan lama kejutan yang kurang tepat. Kadi (2007)
menyatakan bahwa proses triploid pada ovum dimaksudkan untuk mencegah atau
menahan peloncatan polar body II dari ovum. Sedangkan untuk individu tetraploid
kejutan suhu diberikan untuk mampu mencegah terjadinya proses pembelahan I,
namun hal ini juga tidak ditemukan karena waktu pemberian kejutan dan lama
kejutan yang kurang tepat.
Gambar 5.
Penyebaran kromosom pada perlakuan C dan D yang memperlihatkan jumlah kromosom
diploid (2n).
Dari gambar di
atas terlihat bahwa jumlah kromosom pada katak R. cancrivora masih
diploid (2n) dan tidak menunjukkan adanya jumlah kromosom yang poliploid.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil
penelitian mengenai Induksi Kejutan Suhu 36⁰C terhadap Perkembangan Embrio
dan Keberhasilan Poliploidisasi Katak R. cancrivora maka didapatkan
kesimpulan bahwa :
Pemberian Induksi
Kejutan Suhu 360 C selama 10 menit dengan waktu yang berbeda-beda setelah
fertilisasi berpengaruh terhadap perkembangan embrio katak R. cancrivora.
Semua perlakuan lebih cepat waktunya daripada perlakuan tanpa kejutan suhu
(kontrol) dan yang paling cepat waktunya adalah pada perlakuan D (45 menit
setelah fertilisasi).
Pemberian Induksi
Kejutan Suhu 36⁰C tidak berpengaruh terhadap poliploidisasi katak R.
cancrivora, karena tidak ditemukan individu yang poliploid untuk
masing-masing perlakuan. Berdasarkan penelitian disarankan agar dapat dilakukan
penelitian lebih lanjut dengan melakukan pengamatan dari rentang waktu awal
fertilisasi sampai terjadinya pembelahan pertama yaitu 1,30 jam setelah
fertilisasi.
DAFTARPUSTAKA
Arie, Usni. (1999). Pembibitan dan
Pembesaran Bullfrog. Penebar Swadaya
Don, J., Avtalion RR. (1986). The
Induction of Triploidy in Oreochromis aureus by Heat Shock. Theor.Appl.
Genet, 72 : 186-192.
Fischberg, M. (1958). Experimental
Tetraploidy in Newts. Journal Embriol. Exp. Morph. Vol. 6, Part 3,pp.
393-402.
Komen
J, (1990). Clones of Common Carp, Cyprinus carpio. New Perspectives in
Fish Research. Thesis. Agricultural University. Wageningen. 1–44.