Jurnal
Struktur hewan
Tinjauan
Umum Tingkah Laku Makan pada Hewan Primata
Dosen
pengampu : Hesty Wahyuningsih S.Pd M.Pd
Disusun
Oleh:
NAMA : Dewi
Nurul Asiyah
NIM : 1503001
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
SEKOLAH
TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
TUNAS
PALPA
2018
KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum
Wr.Wb
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan karunia-nya sehingga dapat menyelesaikan pembuatan
Makalah ini dengan tepat waktu. Saya yang bernama Dewi Nurul Asiyah Prody
Biologi ingin menyampaikan rasa terima kasih oleh dosen saya Ibu Hesty
Wahyuningsih S.Pd M.pd telah memberikan materi pembelajaran oleh saya yaitu
praktikum tentang Mengidentifikasi Ketahanan Ikan Emas Dan Belut Hidup Dalam Perbedaan
Konsentrasi Air.
Dalam penulisan makalah ini, saya ingin
saudara yang membaca memberikan kritik dan saran oleh saya guna untuk membantu
memperbaiki pada penulisan makalah saya. Dan saya menyadari dalam penulisan
makalah ini banyak kekurangan, kesalahan dalam penulisan-nya. Terima kasih saya
ucapkan.
Walaikum’salam
Wr.Wb
Terbanggi Besar, 05 Mei 2018
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar
Daftar
Isi
Abstrak
Kata
Kunci
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB
II PEMBAHASAN
1.1.Tingkah
Laku Makanan Primata
1.2.Ukuran
tubuh
1.3.Kondisi
gigi
1.4.Anatomi
saluran pencernaan
1.5.Ketersediaan
sumber makanan
1.6.
Kondisi organ reproduksi
1.7.Penggunaan
indera penglihatan
1.8.Pengetahuan
tentang bahan makanan
1.9.Perubahan
musim
1.10.
Sistem
hierarki dan struktur social
1.11.
Kepadatan
populasi dan persaingan
BAB
III PENUTUP
2.1.
Kesimpulan
2.2.
Saran
Daftar
Pustaka
Astrak :
Makalah
ini mengkaji perilaku makan hewan primata di alam bebas. Kajian yang merupakan
elaborasi dari berbagai literatur ini sangat penting/diperlukan dalam sistem
penangkaran hewan yang sering digunakan dalam kegiatan riset biomedik.
Kata Kunci
:
hewan
primata, perilaku makan, penangkaran
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perkembangan
riset biomedik tidak dapat dilepaskan dari pengembangan kapasitas dan
kapabilitas institusi riset dalam melakukan riset menggunakan hewan model.
Primata merupakan kelompok hewan yang sering digunakan sebagai hewan model
dalam kegiatan riset biomedik. Pemanfaatan hewan Primata sebagai model dari
suatu riset biomedik harus sesuai dengan prinsip-prinsip bioetika pemanfaatan
hewan untuk kesejahteraan manusia yang mengedepankan kesejahteraan hewan
(animal welfare).
Kesejahteraan
hewan memiliki arti penting bagi hasil riset biomedik. Kesejahteraan hewan yang
buruk dalam suatu kegiatan riset biomedik akan memberikan hasil yang
menyesatkan bagi riset tersebut.
Secara
umum ada lima kebebasan (5 Freedoms) yang harus diberikan kepada hewan yang
akan dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia yaitu: 1. Kebebasan dari Lapar
dan haus (Freedom from Hunger and Thirst); 2. Kebebasan dari ketidaknyamanan
(Freedom from Discomfort); 3. Kebebasan dari Sakit, Cedera atau Penyakit
(Freedom from Pain, Injury or Disease); 4. Kebebasan untuk Ekspres Perilaku
normal (Freedom to Express Normal Behaviour ); 5. Kebebasan dari rasa takut dan
tekanan mental (Freedom from Fear and Distress).
Lima
kebebasan ini harus diberikan sejak tahap penangkaran hewan Primata. Lima kebebasan
ini tentunya tidak berdiri sendiri, apapun sistem penangkaran hewan Primata.
Lima kebebasan ini harus diberikan secaru utuh. Kebebasan dari rasa lapar dan
haus tidak berarti sekedar memberi pakan untuk membuat hewan Primata terbebas
dari rasa lapar dan haus, tetapi juga merasa nyaman, tidak merasa takut, tidak
tertekan sehingga bebas dari sakit, cedera atau penyakit, dan dapat berprilaku
normal.
Singkatnya
upaya memberi kebebasan dari rasa lapar dan haus adalah bagian dari upaya untuk
memberikan kesempatan berprilaku normal bagi hewan Primata. Dalam hal ini
pengetahuan tentang tingkah laku makan hewan Primata di alam bebas sangat
penting untuk dipahami.
Tulisan
ini bertujuan memberikan tinjauan umum tentang tingkah laku makan pada hewan
Primata di alam bebas untuk memberikan landasan pengetahuan dalam penanganan
hewan Primata dalam penangkaran untuk keperluan riset biomedik.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
tingkah laku hewan primate?
2. Bagaimana
struktur tubuh hewan perimata tersebut?
3. Bagaimana
sistem pencernaan hewan primate?
C.
Tujuan
Tujuan dari hasil makalah ini untuk memenuhi tugas yang
diberikan dosen kepada kami sebagai mahasiswa, selain itu juga dapat sebagai
referensi bagi adik tingkat kami sebagai panduan pembuatan makalah selanjutnya
dan besar harapan saya dapat bermanfaat bagi masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
1.1.Tingkah
Laku Makanan Primata
Primata mempunyai tingkah laku makan yang khas,
yaitu dapat menggenggam makanan yang akan dimakan dan perkembangan sekum yang
baik sehingga meningkatkan kemampuan sistem digesti dalam mencerna makanan.
Primata memiliki naluri terhadap makanan yang perlu dimakan, dan hal ini
mempengaruhi tingkah laku makan mereka. Pada umumnya hewan primata adalah
omnivore (pemakan hewan dan tumbuhan).
Monyet
Colobus di Afrika dan monyet pemakan daun di Asia makanan pokoknya daun dan
pucuk daun, tidak menyukai serangga dan tak mau menjadi pemangsa. Jenis hewan
primata yang hidup di tanah seperti ‘Gelada’ makanan utamanya pucuk rumput
dengan suplemen daun, biji, dan umbiumbian. Makanan utama ‘Baboon’ mirip dengan
makanan ‘Gelada’, bedanya Baboon menyukai buah dan daging hewan[1].
Monyet
cenderung suka memilih makanannya dan tidak tergantung secara khusus pada bahan
makanan tertentu. Gorila yang hidup di alam bebas sangat vegetarian, tersedia
180 jenis tumbuhan yang dapat dijadikan makanan gorila[2]. Pada keadaan
dikandangkan (dipelihara oleh manusia) gorilla dengan senang hati memakan buah
dan daging sapi yang dicincang. Meskipun demikian, tidak semua hewan primate mampu
beradaptasi dengan perubahan bahan makanan, terdapat beberapa monyet yang
sangat spesifik dalam diet dan tidak dapat dirubah dari kebiasaan dietnya[1].
Makanan
adalah sumber energi untuk pertumbuhan, pemeliharaan dan reproduksi hewan
primate [3]. Makanan yang tersedia di sekitar lingkungan hidup primata tidak
begitu saja dapat langsung digunakan untuk keperluan hidupnya. Makanan tersebut
harus diolah melalui serangkaian proses fisiologi [4], mulai dari menelan
(ingesti), mencerna (digesti), menyerap sari makanan (absorpsi), dan
pengeluaran sisa-sisa makanan (defekasi). Tingkah laku makan hewan primate
merupakan bagian dari proses ingesti atau proses memasukkan makanan dari
lingkungan luar ke dalam tubuh primata. Tingkah laku makan tersebut dipengaruhi
oleh ukuran tubuh, kondisi gigi, kondisi organ pencernaan, ketersediaan sumber
makanan, penggunaan indera penglihatan, pengetahuan tentang bahan makanan,
perubahan musim, sistem hierarki dan struktur social, serta kepadatan populasi
dan persaingan untuk memperoleh makanan.
1.2.Ukuran
tubuh
Diet pada primata dipengaruhi oleh ukuran tubuh. Ukuran
tubuh kecil seperti pada galago, lemur, tarsius dan marmoset cenderung menjadi
pemakan serangga (insectivore). Mereka memperoleh protein dari memangsa hewan
seperti ngengat, kumbang, siput, tempayak, ulat bulu, belalang, kadal dan katak
pohon. Primata yang ukuran tubuhnya besar cenderung untuk memakan daun,
contohnya monyet howler dan colobinae, mereka mendapatkan protein dari daun. Baik
serangga ataupun daun mengandung lebih dari 20% berat kering protein. Monyet
dunia baru cenderung memakan buah-buahan (frugivore), sedangkan monyet dunia
lama cenderung foliovore dengan suplemen hewan. Prosimian kecil seperti ’Galago’
makanan pokoknya adalah serangga, dan makanan tambahan berupa buah-buahan serta
getah pohon. Prosimian yang lebih besar seperti ’Indri’ makanan utamanya adalah
daun. Monyet yang arboreal (menghabiskan sebagian besar waktunya di atas pohon)
makanan utamanya buah-buahan dan daun dengan suplemen serangga, tempayak, telur
burung, katak pohon dan getah pohon[1,5].
1.3.Kondisi
gigi
Kondisi gigi primata mempengaruhi tingkah laku
makan. Fungsi yang mendasar dari gigi primate adalah mengumpulkan dan mengunyah
makanan (mastikasi). Fungsi gigi lainnya berguna pada saat mencari kutu
(grooming), perubahan mimic (ekspresi) wajah dan pada saat bersuara
(vokalisasi). Gigi primate terdiri dari gigi seri, taring, premolar, dan molar.
Gigi seri dan taring digunakan untuk menangkap, melumatkan, menusuk, memotong
dan mengupas makanan. Geraham (premolar dan molar) digunakan untuk menggiling
makanan.
Primata
memiliki 2 gigi seri pada setiap setengah gusinya. Gigi seri bagian bawah dan
gigi taring pada seluruh Prosimian (kecuali Aye-aye) memiliki bentuk seperti
sisir dan dinamakan ’toothcomb’, fungsinya untuk mastikasi dan mencari kutu.
Gelada (Theropithecus) memiliki gigi seri yang kecil. Gigi taring terdiri dari
satu setiap setengah gusi. Gigi taring pada jantan selalu lebih besar dari gigi
taring pada betina, terutama pada baboon, macaca dan mandrillus[1].Aye-aye
(Daubentonia sp.) tidak memiliki gigi taring. Prosimian dan monyet dunia baru
memiliki 3 premolar di setiap setengah gusi.
1.4.Anatomi
saluran pencernaan
Primata pemakan tumbuhan memiliki adaptasi saluran
pencernaan, yaitu spesialisasi anatomi pada lambung, sekum dan usus besar yang
fungsi fisioginya sesuai untuk memakan serat tumbuhan dan dapat melakukan
detoksifikasi terhadap kandungan senyawa tumbuhan[7,8,9]. Polisakarida dari
daun dipecah secara mekanik oleh gigi primata, dan secara enzimatis oleh
amylase di dalam mulut, selanjutnya difermentasi di daerah lambung oleh bakteri
selulotitik [10,11,12]. Lambung primata pemakan daun (Colobinae) berukuran
relatif besar dan dibagi menjadi 4 bagian, yaitu presaccus, saccus, tubus
gastricus dan pars pyloric. Fermentasi selulosa oleh bakteri terjadi di daerah
presaccus dan saccus[13]. Bakteri fermentasi memerlukan kondidi alkali untuk
melakukan fermentasi dengan baik, karena itu bagian presaccus dan saccus
memiliki pH 5.5-7[14]. Primata pemakan daun harus menjaga pH lambung pada
bagian presaccus dan saccus tetap alkalis dan hal ini mempengaruhi tingkah laku
makannya. Jika bagian presaccus dan saccus terlalu asam, dia akan menghindari
makanan yang berserat tinggi dan daging buah yang masak.
Contoh
primate yang memiliki kantung pipi yaitu monyet ekor panjang (Macaca
fascicularis) dan beruk (M. nemestrina). Primata pemakan serangga, arthropoda,
dan mamalia kecil memiliki struktur anatomi saluran pencernaan dengan bagian
usus halus lebih besar untuk menyerap sari makanan.
Contoh
primata yang memiliki enzim chitinase yaitu Perodicticus potto dan Galago
senegalensis [15]. Prosimian memiliki sekum yang besar untuk proses fermentasi
yang berperan dalam pemecahan chitin[16].
1.5.Ketersediaan
sumber makanan
Ketersediaan sumber makanan primate di alam
berbeda-beda, tergantung dari tempat tinggalnya. Primata harus memilih makanan
sesuai dengan bahan makanan yang tersedia. Pemilihan makanan ini bertujuan
untuk memperoleh makanan yang diperlukan oleh tubuh primata, yaitu makanan yang
mengandung karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin dan asam amino[7].
Pada dasarnya primata itu pemakan buah (frugivora), tetapi dalam memilih
makanan dia harus kompromi karena buah-buahan tersedia dalam jumlah terbatas
dan tidak selalu ada sepanjang tahun [6]. Pada musim berbuah, buah tersedia
melimpah, tetapi pada musim tak berbuah hanya terdapat sedikit buah, bahkan ada
yang hanya berbuah pada musim berbuah saja. Pada musim tak berbuah hewan
primate mau tak mau harus makan daun, pucuk daun, bunga, dan lain-lain.
1.6.
Kondisi organ reproduksi
Kondisi organ reproduksi juga mempengaruhi tingkah
laku makan. Betina yang sedang hamil atau menyusui akan memakan lebih banyak
makanan dan kadang-kadang memakan tumbuhan yang tidak biasa dimakan. Betina
sifaka (Propithecus verreauxi ) yang sedang hamil atau menyusui memakan
tumbuhan yang banyak mengandung tannin seperti asam (Tamarindus indica),
Foetidia retusa, dan Cordyla madagascariensis.
1.7.Penggunaan
indera penglihatan
penciuman dan indera peraba Penggunaan indera penglihatan,
penciuman dan indera peraba dalam memilih makanan mempengaruhi tingkah laku
makan hewan primata. Penglihatan tidak terlalu berpengaruh pada prosimian yang
aktif di malam hari, mereka mencari makanan dengan indera penciuman dan
pendengaran yang tajam[1].
Indera
peraba digunakan untuk membedakan tekstur buah. Sensor tingkah laku makan
primata datang dari dalam dan dari luar. Sensor dari dalam misalnya kondisi
system digesti primata, sedangkan sensor dari luar misalnya pengaruh
penglihatan warna, pengaruh bau dan bentuk fisik dari makanan. Pengaruh sensori
dari dalam dan dari luar menimbulkan rangsangan pada primate untuk memakan
makanan tersebut. Contoh pengaruh dari luar yang datang pada indera penciuman
yaitu buah yang matang dan harum baunya. Bau harum dari buah adalah hasil
fermentasi fruktosa yang mengandung sedikit alkohol dan sangat merangsang
primate friguvora untuk memakan buah tersebut[20].
1.8.Pengetahuan
tentang bahan makanan
Pengetahuan tentang bahan makanan yang bias dimakan
dan cara memakannya, pada umumnya diajarkan oleh induk primata kepada anaknya.
Misalnya pada capuchin, capuchin memakan bivalvia dengan cara memukul-mukulkan
cangkang bivalvia yang keras ke pohon atau batu sampai cangkang terbuka dan
kerang siap dimakan.
1.9.Perubahan
musim
Perubahan musim mempengaruhi tingkah laku makan
primata. Pada musim buah hewan primata lebih banyak memakan buah-buahan. Bila
musim tak berbuah tiba, primata memakan bagian tumbuhan lainnya seperti daun
muda, bunga dan biji-bijian untuk memenuhi kebutuhan makanannya. Monyet ekor
panjang yang hidup di Pangandaran banyak memakan bambu di saat tidak musim
buah[6].
1.10.
Sistem
hierarki dan struktur social
Sistem hierarki dan struktur sosial pada primate
menentukan tingkah laku makan primata. Primata yang pertama makan adalah jantan
alpha (pemimpin kelompok), lalu diikuti dengan primata lain sesuai tingkatan
sosialnya. Pada callitrichidae tidak terdapat hierarki sosial, betina memberi
makan anaknya dan yang tua memberi makan yang muda[21]. Monyet patas
(Erythrocebus patas), talapoin (Miopithecus talapoin), monyet squirrel
(Saimiri) dan bonobo (Pan paniscus) struktur sosialnya didominasi oleh betina sehingga
betina memiliki prioritas utama pada saat makan. Dominasi betina berhubungan
erat dengan kebutuhan energy yang lebih banyak untuk memelihara fungsi normal
system reproduksi[22].
1.11.
Kepadatan
populasi dan persaingan
Kepadatan
populasi dan persaingan dalam mendapatkan makanan juga terjadi di kehidupan
liar primata. Monyet yang memiliki kantung pipi memanfaatkan kantung pipi
tersebut untuk mempertahankan diri dari persaingan memperoleh makanan, mereka
memakan buah-buahan sebanyak yang bisa disimpan di kedua kantung pipinya, lalu
lari ke tempat yang aman untuk memakannya. Persaingan makanan juga terjadi
antara monyet yang memiliki hierarki yang sama. Monyet dengan status hierarki
lebih rendah harus mengalah dan mendahulukan monyet yang hierarki yang lebih
tinggi untuk makan lebih dulu[6].
BAB III
PENUTUP
2.1. Kesimpulan
Pengetahuan tentang tingkah laku makan
hewan Primata di alam bebas sangat penting untuk dipahami dalam penangkaran
hewan Primata yang digunakan untuk riset biomedik. Tingkah laku makan pada
hewan primata dipengaruhi oleh ukuran tubuh, kondisi gigi, ketersediaan sumber
makanan, struktur anatomi saluran pencernaan, kondisi organ reproduksi,
penggunaan indera penglihatan/penciuman/peraba dalam memilih makanan,
pengetahuan tentang bahan makanan, perubahan musim, sistem hierarki dan
struktur sosial, serta kepadatan populasi dan kompetisi antara sesame primata.
2.2. Saran
Apabila saudara bapak/ibu
yang membeca makalah jurnal saya, saya harap dimaklumi karena saya baru belajar
membuat makalah jurnal tersebut. Dan bisa bermanfaat bagi bapak/ibu atau
teman-teman maupun saudara bagi yang membacanya
DAFTAR PUSTAKA
[1] Napier, J.R., and
P.H. Napier, 1976, Functional Morphology
of Primates, Fifth Printing, Part I, Page 3-46
.
[2]
Rogers, M.E., K. Abernethy, M. Bermejo, C. Cipolletta, D. Doran, K. McFarland, T. Nishihara, M. Remis, and C.E.G. Tutin, 2004, Western Gorilla
Diet, American Journal of
Primatology, 64:173-192.
[3]
Lambert, J.E., 1998, Primate Digestion, Evolutionary Anthropology, 7(1):8-20.
[4]
Tortora, G.J., and N.P. Anagnostakos, 1987, Principles of Physiology, Harper and Row, Cambridge.
[5]
Hladik, C.M., 1977, Adaptive Strategies of Primates in Relation to Leaf-eating, Smithsonian Institution Press, Washington D.C.
[6]
Perwitasari, R.R.D., 2007, Makanan Primata, Bahan Ajar, IPB, Bogor.
[7]
Chivers, D.J., 1992, Diet and Guts, pp.60-64, Cambridge University Press, Cambridge.
[8]
Hladik, C.M., 1980, Feeding Strategies of Five Nocturnal Prosimians in The Dry Forest. of The West Coast of Madagascar, pp.41-74, Academic Press,
New York.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar