Sabtu, 05 Mei 2018

jurnal struktur hewan tinjauan umum tingkah laku makan pada hewan primata



Jurnal
Struktur hewan
Tinjauan Umum Tingkah Laku Makan pada Hewan Primata
Dosen pengampu : Hesty Wahyuningsih S.Pd M.Pd







Disusun Oleh:
NAMA            : Dewi Nurul Asiyah
NIM                : 1503001



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
TUNAS PALPA
2018

 
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya sehingga dapat menyelesaikan pembuatan Makalah ini dengan tepat waktu. Saya yang bernama Dewi Nurul Asiyah Prody Biologi ingin menyampaikan rasa terima kasih oleh dosen saya Ibu Hesty Wahyuningsih S.Pd M.pd telah memberikan materi pembelajaran oleh saya yaitu praktikum tentang Mengidentifikasi Ketahanan Ikan Emas Dan Belut Hidup Dalam Perbedaan Konsentrasi Air.
Dalam penulisan makalah ini, saya ingin saudara yang membaca memberikan kritik dan saran oleh saya guna untuk membantu memperbaiki pada penulisan makalah saya. Dan saya menyadari dalam penulisan makalah ini banyak kekurangan, kesalahan dalam penulisan-nya. Terima kasih saya ucapkan.
Walaikum’salam Wr.Wb



Terbanggi Besar, 05 Mei 2018






DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
Abstrak
Kata Kunci
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
B.     Rumusan Masalah
C.    Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
1.1.Tingkah Laku Makanan Primata
1.2.Ukuran tubuh
1.3.Kondisi gigi
1.4.Anatomi saluran pencernaan
1.5.Ketersediaan sumber makanan
1.6. Kondisi organ reproduksi
1.7.Penggunaan indera penglihatan
1.8.Pengetahuan tentang bahan makanan
1.9.Perubahan musim
1.10.        Sistem hierarki dan struktur social
1.11.        Kepadatan populasi dan persaingan 

BAB III PENUTUP
2.1. Kesimpulan
2.2. Saran

Daftar Pustaka
Astrak                        :
Makalah ini mengkaji perilaku makan hewan primata di alam bebas. Kajian yang merupakan elaborasi dari berbagai literatur ini sangat penting/diperlukan dalam sistem penangkaran hewan yang sering digunakan dalam kegiatan riset biomedik.

Kata Kunci    :
hewan primata, perilaku makan, penangkaran
                                                                       


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
 Perkembangan riset biomedik tidak dapat dilepaskan dari pengembangan kapasitas dan kapabilitas institusi riset dalam melakukan riset menggunakan hewan model. Primata merupakan kelompok hewan yang sering digunakan sebagai hewan model dalam kegiatan riset biomedik. Pemanfaatan hewan Primata sebagai model dari suatu riset biomedik harus sesuai dengan prinsip-prinsip bioetika pemanfaatan hewan untuk kesejahteraan manusia yang mengedepankan kesejahteraan hewan (animal welfare).

Kesejahteraan hewan memiliki arti penting bagi hasil riset biomedik. Kesejahteraan hewan yang buruk dalam suatu kegiatan riset biomedik akan memberikan hasil yang menyesatkan bagi riset tersebut.

Secara umum ada lima kebebasan (5 Freedoms) yang harus diberikan kepada hewan yang akan dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia yaitu: 1. Kebebasan dari Lapar dan haus (Freedom from Hunger and Thirst); 2. Kebebasan dari ketidaknyamanan (Freedom from Discomfort); 3. Kebebasan dari Sakit, Cedera atau Penyakit (Freedom from Pain, Injury or Disease); 4. Kebebasan untuk Ekspres Perilaku normal (Freedom to Express Normal Behaviour ); 5. Kebebasan dari rasa takut dan tekanan mental (Freedom from Fear and Distress).

Lima kebebasan ini harus diberikan sejak tahap penangkaran hewan Primata. Lima kebebasan ini tentunya tidak berdiri sendiri, apapun sistem penangkaran hewan Primata. Lima kebebasan ini harus diberikan secaru utuh. Kebebasan dari rasa lapar dan haus tidak berarti sekedar memberi pakan untuk membuat hewan Primata terbebas dari rasa lapar dan haus, tetapi juga merasa nyaman, tidak merasa takut, tidak tertekan sehingga bebas dari sakit, cedera atau penyakit, dan dapat berprilaku normal.

Singkatnya upaya memberi kebebasan dari rasa lapar dan haus adalah bagian dari upaya untuk memberikan kesempatan berprilaku normal bagi hewan Primata. Dalam hal ini pengetahuan tentang tingkah laku makan hewan Primata di alam bebas sangat penting untuk dipahami.

Tulisan ini bertujuan memberikan tinjauan umum tentang tingkah laku makan pada hewan Primata di alam bebas untuk memberikan landasan pengetahuan dalam penanganan hewan Primata dalam penangkaran untuk keperluan riset biomedik.

B.       Rumusan Masalah

1.      Bagaimana tingkah laku hewan primate?
2.      Bagaimana struktur tubuh hewan perimata tersebut?
3.      Bagaimana sistem pencernaan hewan primate?

C.      Tujuan
Tujuan dari hasil makalah ini untuk memenuhi tugas yang diberikan dosen kepada kami sebagai mahasiswa, selain itu juga dapat sebagai referensi bagi adik tingkat kami sebagai panduan pembuatan makalah selanjutnya dan besar harapan saya dapat bermanfaat bagi masyarakat.








BAB II
PEMBAHASAN

1.1.Tingkah Laku Makanan Primata
Primata mempunyai tingkah laku makan yang khas, yaitu dapat menggenggam makanan yang akan dimakan dan perkembangan sekum yang baik sehingga meningkatkan kemampuan sistem digesti dalam mencerna makanan. Primata memiliki naluri terhadap makanan yang perlu dimakan, dan hal ini mempengaruhi tingkah laku makan mereka. Pada umumnya hewan primata adalah omnivore (pemakan hewan dan tumbuhan).

Monyet Colobus di Afrika dan monyet pemakan daun di Asia makanan pokoknya daun dan pucuk daun, tidak menyukai serangga dan tak mau menjadi pemangsa. Jenis hewan primata yang hidup di tanah seperti ‘Gelada’ makanan utamanya pucuk rumput dengan suplemen daun, biji, dan umbiumbian. Makanan utama ‘Baboon’ mirip dengan makanan ‘Gelada’, bedanya Baboon menyukai buah dan daging hewan[1].

Monyet cenderung suka memilih makanannya dan tidak tergantung secara khusus pada bahan makanan tertentu. Gorila yang hidup di alam bebas sangat vegetarian, tersedia 180 jenis tumbuhan yang dapat dijadikan makanan gorila[2]. Pada keadaan dikandangkan (dipelihara oleh manusia) gorilla dengan senang hati memakan buah dan daging sapi yang dicincang. Meskipun demikian, tidak semua hewan primate mampu beradaptasi dengan perubahan bahan makanan, terdapat beberapa monyet yang sangat spesifik dalam diet dan tidak dapat dirubah dari kebiasaan dietnya[1].

Makanan adalah sumber energi untuk pertumbuhan, pemeliharaan dan reproduksi hewan primate [3]. Makanan yang tersedia di sekitar lingkungan hidup primata tidak begitu saja dapat langsung digunakan untuk keperluan hidupnya. Makanan tersebut harus diolah melalui serangkaian proses fisiologi [4], mulai dari menelan (ingesti), mencerna (digesti), menyerap sari makanan (absorpsi), dan pengeluaran sisa-sisa makanan (defekasi). Tingkah laku makan hewan primate merupakan bagian dari proses ingesti atau proses memasukkan makanan dari lingkungan luar ke dalam tubuh primata. Tingkah laku makan tersebut dipengaruhi oleh ukuran tubuh, kondisi gigi, kondisi organ pencernaan, ketersediaan sumber makanan, penggunaan indera penglihatan, pengetahuan tentang bahan makanan, perubahan musim, sistem hierarki dan struktur social, serta kepadatan populasi dan persaingan untuk memperoleh makanan.

1.2.Ukuran tubuh
Diet pada primata dipengaruhi oleh ukuran tubuh. Ukuran tubuh kecil seperti pada galago, lemur, tarsius dan marmoset cenderung menjadi pemakan serangga (insectivore). Mereka memperoleh protein dari memangsa hewan seperti ngengat, kumbang, siput, tempayak, ulat bulu, belalang, kadal dan katak pohon. Primata yang ukuran tubuhnya besar cenderung untuk memakan daun, contohnya monyet howler dan colobinae, mereka mendapatkan protein dari daun. Baik serangga ataupun daun mengandung lebih dari 20% berat kering protein. Monyet dunia baru cenderung memakan buah-buahan (frugivore), sedangkan monyet dunia lama cenderung foliovore dengan suplemen hewan. Prosimian kecil seperti ’Galago’ makanan pokoknya adalah serangga, dan makanan tambahan berupa buah-buahan serta getah pohon. Prosimian yang lebih besar seperti ’Indri’ makanan utamanya adalah daun. Monyet yang arboreal (menghabiskan sebagian besar waktunya di atas pohon) makanan utamanya buah-buahan dan daun dengan suplemen serangga, tempayak, telur burung, katak pohon dan getah pohon[1,5].

1.3.Kondisi gigi
Kondisi gigi primata mempengaruhi tingkah laku makan. Fungsi yang mendasar dari gigi primate adalah mengumpulkan dan mengunyah makanan (mastikasi). Fungsi gigi lainnya berguna pada saat mencari kutu (grooming), perubahan mimic (ekspresi) wajah dan pada saat bersuara (vokalisasi). Gigi primate terdiri dari gigi seri, taring, premolar, dan molar. Gigi seri dan taring digunakan untuk menangkap, melumatkan, menusuk, memotong dan mengupas makanan. Geraham (premolar dan molar) digunakan untuk menggiling makanan.

Primata memiliki 2 gigi seri pada setiap setengah gusinya. Gigi seri bagian bawah dan gigi taring pada seluruh Prosimian (kecuali Aye-aye) memiliki bentuk seperti sisir dan dinamakan ’toothcomb’, fungsinya untuk mastikasi dan mencari kutu. Gelada (Theropithecus) memiliki gigi seri yang kecil. Gigi taring terdiri dari satu setiap setengah gusi. Gigi taring pada jantan selalu lebih besar dari gigi taring pada betina, terutama pada baboon, macaca dan mandrillus[1].Aye-aye (Daubentonia sp.) tidak memiliki gigi taring. Prosimian dan monyet dunia baru memiliki 3 premolar di setiap setengah gusi.

1.4.Anatomi saluran pencernaan
Primata pemakan tumbuhan memiliki adaptasi saluran pencernaan, yaitu spesialisasi anatomi pada lambung, sekum dan usus besar yang fungsi fisioginya sesuai untuk memakan serat tumbuhan dan dapat melakukan detoksifikasi terhadap kandungan senyawa tumbuhan[7,8,9]. Polisakarida dari daun dipecah secara mekanik oleh gigi primata, dan secara enzimatis oleh amylase di dalam mulut, selanjutnya difermentasi di daerah lambung oleh bakteri selulotitik [10,11,12]. Lambung primata pemakan daun (Colobinae) berukuran relatif besar dan dibagi menjadi 4 bagian, yaitu presaccus, saccus, tubus gastricus dan pars pyloric. Fermentasi selulosa oleh bakteri terjadi di daerah presaccus dan saccus[13]. Bakteri fermentasi memerlukan kondidi alkali untuk melakukan fermentasi dengan baik, karena itu bagian presaccus dan saccus memiliki pH 5.5-7[14]. Primata pemakan daun harus menjaga pH lambung pada bagian presaccus dan saccus tetap alkalis dan hal ini mempengaruhi tingkah laku makannya. Jika bagian presaccus dan saccus terlalu asam, dia akan menghindari makanan yang berserat tinggi dan daging buah yang masak.

Contoh primate yang memiliki kantung pipi yaitu monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan beruk (M. nemestrina). Primata pemakan serangga, arthropoda, dan mamalia kecil memiliki struktur anatomi saluran pencernaan dengan bagian usus halus lebih besar untuk menyerap sari makanan.

Contoh primata yang memiliki enzim chitinase yaitu Perodicticus potto dan Galago senegalensis [15]. Prosimian memiliki sekum yang besar untuk proses fermentasi yang berperan dalam pemecahan chitin[16].



1.5.Ketersediaan sumber makanan
Ketersediaan sumber makanan primate di alam berbeda-beda, tergantung dari tempat tinggalnya. Primata harus memilih makanan sesuai dengan bahan makanan yang tersedia. Pemilihan makanan ini bertujuan untuk memperoleh makanan yang diperlukan oleh tubuh primata, yaitu makanan yang mengandung karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin dan asam amino[7]. Pada dasarnya primata itu pemakan buah (frugivora), tetapi dalam memilih makanan dia harus kompromi karena buah-buahan tersedia dalam jumlah terbatas dan tidak selalu ada sepanjang tahun [6]. Pada musim berbuah, buah tersedia melimpah, tetapi pada musim tak berbuah hanya terdapat sedikit buah, bahkan ada yang hanya berbuah pada musim berbuah saja. Pada musim tak berbuah hewan primate mau tak mau harus makan daun, pucuk daun, bunga, dan lain-lain.

1.6. Kondisi organ reproduksi
Kondisi organ reproduksi juga mempengaruhi tingkah laku makan. Betina yang sedang hamil atau menyusui akan memakan lebih banyak makanan dan kadang-kadang memakan tumbuhan yang tidak biasa dimakan. Betina sifaka (Propithecus verreauxi ) yang sedang hamil atau menyusui memakan tumbuhan yang banyak mengandung tannin seperti asam (Tamarindus indica), Foetidia retusa, dan Cordyla madagascariensis.

1.7.Penggunaan indera penglihatan
penciuman dan indera peraba Penggunaan indera penglihatan, penciuman dan indera peraba dalam memilih makanan mempengaruhi tingkah laku makan hewan primata. Penglihatan tidak terlalu berpengaruh pada prosimian yang aktif di malam hari, mereka mencari makanan dengan indera penciuman dan pendengaran yang tajam[1].

Indera peraba digunakan untuk membedakan tekstur buah. Sensor tingkah laku makan primata datang dari dalam dan dari luar. Sensor dari dalam misalnya kondisi system digesti primata, sedangkan sensor dari luar misalnya pengaruh penglihatan warna, pengaruh bau dan bentuk fisik dari makanan. Pengaruh sensori dari dalam dan dari luar menimbulkan rangsangan pada primate untuk memakan makanan tersebut. Contoh pengaruh dari luar yang datang pada indera penciuman yaitu buah yang matang dan harum baunya. Bau harum dari buah adalah hasil fermentasi fruktosa yang mengandung sedikit alkohol dan sangat merangsang primate friguvora untuk memakan buah tersebut[20].

1.8.Pengetahuan tentang bahan makanan
Pengetahuan tentang bahan makanan yang bias dimakan dan cara memakannya, pada umumnya diajarkan oleh induk primata kepada anaknya. Misalnya pada capuchin, capuchin memakan bivalvia dengan cara memukul-mukulkan cangkang bivalvia yang keras ke pohon atau batu sampai cangkang terbuka dan kerang siap dimakan.

1.9.Perubahan musim
Perubahan musim mempengaruhi tingkah laku makan primata. Pada musim buah hewan primata lebih banyak memakan buah-buahan. Bila musim tak berbuah tiba, primata memakan bagian tumbuhan lainnya seperti daun muda, bunga dan biji-bijian untuk memenuhi kebutuhan makanannya. Monyet ekor panjang yang hidup di Pangandaran banyak memakan bambu di saat tidak musim buah[6].

1.10.        Sistem hierarki dan struktur social
Sistem hierarki dan struktur sosial pada primate menentukan tingkah laku makan primata. Primata yang pertama makan adalah jantan alpha (pemimpin kelompok), lalu diikuti dengan primata lain sesuai tingkatan sosialnya. Pada callitrichidae tidak terdapat hierarki sosial, betina memberi makan anaknya dan yang tua memberi makan yang muda[21]. Monyet patas (Erythrocebus patas), talapoin (Miopithecus talapoin), monyet squirrel (Saimiri) dan bonobo (Pan paniscus) struktur sosialnya didominasi oleh betina sehingga betina memiliki prioritas utama pada saat makan. Dominasi betina berhubungan erat dengan kebutuhan energy yang lebih banyak untuk memelihara fungsi normal system reproduksi[22].

1.11.          Kepadatan populasi dan persaingan  
             Kepadatan populasi dan persaingan dalam mendapatkan makanan juga terjadi di kehidupan liar primata. Monyet yang memiliki kantung pipi memanfaatkan kantung pipi tersebut untuk mempertahankan diri dari persaingan memperoleh makanan, mereka memakan buah-buahan sebanyak yang bisa disimpan di kedua kantung pipinya, lalu lari ke tempat yang aman untuk memakannya. Persaingan makanan juga terjadi antara monyet yang memiliki hierarki yang sama. Monyet dengan status hierarki lebih rendah harus mengalah dan mendahulukan monyet yang hierarki yang lebih tinggi untuk makan lebih dulu[6].



BAB III
PENUTUP


2.1. Kesimpulan
       Pengetahuan tentang tingkah laku makan hewan Primata di alam bebas sangat penting untuk dipahami dalam penangkaran hewan Primata yang digunakan untuk riset biomedik. Tingkah laku makan pada hewan primata dipengaruhi oleh ukuran tubuh, kondisi gigi, ketersediaan sumber makanan, struktur anatomi saluran pencernaan, kondisi organ reproduksi, penggunaan indera penglihatan/penciuman/peraba dalam memilih makanan, pengetahuan tentang bahan makanan, perubahan musim, sistem hierarki dan struktur sosial, serta kepadatan populasi dan kompetisi antara sesame primata.

2.2. Saran
       Apabila saudara bapak/ibu yang membeca makalah jurnal saya, saya harap dimaklumi karena saya baru belajar membuat makalah jurnal tersebut. Dan bisa bermanfaat bagi bapak/ibu atau teman-teman maupun saudara bagi yang membacanya
 
 

DAFTAR PUSTAKA

[1] Napier, J.R., and P.H. Napier, 1976, Functional Morphology of Primates, Fifth Printing, Part I, Page 3-46
.
[2] Rogers, M.E., K. Abernethy, M. Bermejo, C. Cipolletta, D. Doran, K. McFarland, T. Nishihara, M. Remis, and C.E.G. Tutin, 2004, Western Gorilla Diet, American Journal of Primatology, 64:173-192.

[3] Lambert, J.E., 1998, Primate Digestion, Evolutionary Anthropology, 7(1):8-20.

[4] Tortora, G.J., and N.P. Anagnostakos, 1987, Principles of Physiology, Harper and Row, Cambridge.

[5] Hladik, C.M., 1977, Adaptive Strategies of Primates in Relation to Leaf-eating, Smithsonian Institution Press, Washington D.C.

[6] Perwitasari, R.R.D., 2007, Makanan Primata, Bahan Ajar, IPB, Bogor.

[7] Chivers, D.J., 1992, Diet and Guts, pp.60-64, Cambridge University Press, Cambridge.

[8] Hladik, C.M., 1980, Feeding Strategies of Five Nocturnal Prosimians in The Dry Forest. of The West Coast of Madagascar, pp.41-74, Academic Press, New York.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar